Anak Sultan Hasanudin Banten

Anak Sultan Hasanudin Banten

Speelman ini adalah bekas Gubemur Belanda (V.O.C.) di Koromandel (India). Pada waktu dipilih itu Speelman sedang dikenakan skorsing jabatan. Pada tahun 1665 oleh pimpinan V.O.C. di negeri Belanda Speelman disekors. Ia dipersalahkan melanggar larangan V.O.C. dan tanpa izin mengirimkan serta menjual di negeri Belanda sebuah berlian yang mahal harganya. Seperti diketahui Speelman inilah kelak yang menjadi Gubernur Jenderal Belanda yang keempat belas di Indonesia dari tahun 1681 sampai tahun 1684.

Jadi pada waktu dipilih sebagai pemimpin pasukan-pasukan dan armada Belanda (V.O.C.) yang akan menyerang kerajaan Gowa Speelman sedang menjalankan sekorsing atau hukuman jabatan. Tentu saja penunjukan sebagai pemimpin pasukan-pasukan dan armada V.O.C. untuk menyerang kerajaan Gowa adalah suatu kehormatan dan kepercayaan yang besar. Bagi Speelman sendiri penunjukan itu merupakan pula suatu harapan dan kesempatan yang sebaik-baiknya untuk merehabilitasi nama baik dan kedudukannya yang ternoda. Oleh karena itu maka dengan gembira Speelman menerima tugas ini. Ini adalah kesempatan yang baik sekali baginya untuk merehabilitasi atau memperbaiki nama dan kedudukannya yang ternoda. Tidak heran jikalau dengan penuh harapan dan dengan sangat gembira Speelman menerima tugas yang berat ini demi memperbaiki nama dan martabatnya yang se-

dang jatuh. Bahkan dengan menerima tugas ini mungkin sekali ia dapat memperoleh kenaikan tingkat atau anugerah yang lainnya jikalau ia berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini perlu kami singgung dan kemukakan.

Selain dari pada faktor-faktor yang sangat menguntungkan dan dewi fortuna atau kemujuran-kemujuran yang mengiringinya, tentunya faktor harapan yang menyala-nyala dan berkobar di rongga dada Speelman untuk memperbaiki nama dan kedudukannya yang sudah jatuh serta kemungkinan untuk memperoleh anugerah dan kenaikan tingkat, merupakan pula faktor yang tidak kecil artinya bagi pendorong suksesnya Speelman dalam menunaikan tugasnya yang berat itu.

Pada tanggal 23 Nopember 1666 Gubernur Jenderal Joan Maetsuycker menanda-tangani sebuah komisi dan sebuah instruksi khusus. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, Speelman mendapat pangkat atau jabatan dan wewenang sebagai SUPERINTENDANT, ADMIRAL atau LAKSAMANA, KRIJGSOVERSTE dan KOMISARIS ke pos-pos Belanda di Indonesia bagian timur. Speelman harus mengunjungi Gowa, Buton, Ternate, Ambon dan tempat-tempat lainnya.

Armada Belanda yang akan menyerang kerajaan Gowa terdiri dari 21 (dua puluh satu) buah kapal perang yang besar. Sebagai wakil Speelman ditunjuk Dankert van der Straaten. Di dalam armada V.O.C. itu terdapat pula Kapten Christiaen Poleman dan Maximiliaen de Jong. Yang tersebut belakangan ini ditunjuk sebagai komandan Belanda di Ternate. Kemudian ada Aru Palaka dengan pasukan-pasukan Bugisnya dan Kapten Joncker yang memimpin orang-orang Ambon yang membantu Belanda (V.O.C.). Armada V.O.C. ini diperintahkan berlayar ke Sombaopu untuk mengadakan "show of forces" atau pameran kekuatan dan menakut-nakuti orang-orang Makasar. Maksudnya agar supaya kerajaan Gowa mau dan bersedia mengadakan perundingan dengan V.O.C. Jikalau gertakan atau "Show of forces" itu tidak berhasil, maka armada V.O.C. itu diperintahkan untuk mengadakan pendaratan dan perampokan serta pembakaran di tempat-tempat di daerah kerajaan Gowa yang lemah pertahanannya. Kemudian armada itu disuruh berlayar ke pulau Buton untuk mengadakan perundingan dan membuat perjanjian dengan Sultan Buton.

Pilihan waktu oleh Belanda (V.O.C.) ini memang sangat tepat. Pada saat itu kerajaan Buton sedang mendapat ancaman dan tekanan yang berat dari kerajaan Gowa. Sultan Buton diangap bersalah karena membantu Aru Palaka yang menjadi musuh besar dan buronan kerajaan Gowa. Kemudian Speelman diperintahkan pula untuk sebagai komisaris dan superintendant V.O.C. menuju ke Ternate, Bacan, Ambon dan Banda.

Pada waktu itu Sultan Ternate dan Sultan Tidore sedang dalam keadaan tegang dan saling bermusuhan. Hal ini sangat menguntungkan orang-orang Belanda (V.O.C.) yang memang mahir dan sangat pandai mempergunakan senjata " DIVIDE ET IMPERA " atau pecah dan jajahlah. Di dalam sejarah bangsa Indonesia dapat kita lihat, bahwa setiap pertengkaran atau permusuhan antara raja-raja atau pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia selalu menguntungkan dan pasti dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh Belanda. Sebagai "kawan yang baik" Belanda (V.O.C.) sering mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa atau bermusuhan itu. Sebagai imbalan jasa atau tanda terima kasih atas "kebaikan" itu, Belanda (V.O.C.) selalu mendapat "upah". Entah berupa bahan makanan atau bantuan pasukan, entah berupa penyerahan sebuah daerah atau suatu fasilitas yang dibutuhkan oleh V.O.C. untuk kepentingan kolonialnya. Tegasnya "kebaikan" atau bantuan Belanda tidak pernah diberikan dengan cuma-cuma atau dengan ikhlas. Bantuan Belanda selalu mengandung maksud-maksud yang menguntungkan nafsu penjajahannya yang penuh angkara murka, Jadi kunjungan Speelman ke daerah-daerah yang kami sebutkan tadi mempunyai maksud yang tertentu. Pertama untuk mencari bantuan guna memperkuat armada dan pasukan-pasukan yang dipimpinnya untuk menyerang kerajaan Gowa. Kedua untuk memperbesar serta memperkuat kekuasaan dan pengaruh V.O.C. di daerah-daerah Indonesia bagian timur. Di dalam perintah atau instruksi yang diberikan kepada Speelman ini, Speelman dilarang dengan keras untuk mendarat atau melakukan pertempuran di daratan melawan pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Pada waktu itu kerajaan Gowa masih dianggap terlalu kuat. Risikonya terlalu berat dan mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang besar akibatnya dan membahayakan kedudukan Belanda (V.O.C.).

Begitu hati-hati dan begitu besar keseganan Belanda (V.O.C.) terhadap orang-orang Makasar yang dijulukinya "Haantjes van

het Oosten" itu. Jikalau kelak Speelman mendaratkan pasukan-pasukannya dan mengadakan pertempuran di daratan, maka ia melanggar instruksi yang diberikan kepadanya. Hal itu bukan tidak mungkin karena didorong oleh ambisinya yang besar serta faktor-faktor yang telah kami uraikan di depan tadi sebagai sebab-sebab mengapa Speelman mau menerima tugas berat yang ditolak oleh Johan van Dam. Jadi Speelman ingin mempergunakan kesempatan yang sebaik-baiknya untuk memulihkan nama baik dan kedudukannya yang sedang jatuh. Jikalau berhasil bahkan mungkin sekali ia dapat memperoleh promosi dan kenaikan tingkat yang memang sangat diidam-idamkannya sebagai seorang pegawai V.O.C.

Jadi pelanggaran terhadap instruksi yang diterimanya adalah suatu perjudian nasib bagi Speelman. Ia ingin mempergunakan kesempatan dan kemujuran-kemujuran yang sedang menyertainya untuk memperbaiki nama serta kedudukannya yang sedang jatuh itu. Jikalau di dalam perjudian nasib itu ia mujur dan dapat keluar sebagai pemenang, maka ia pasti akan memperoleh kenaikan tingkat serta keuntungan-keuntungan lainnya.

Demikianlah pada tanggal 24 Nopember 1666 armada V.O.C. yang dipimpin oleh Laksamana Cornelis Janszoon Speelman meninggalkan pelabuhan Batavia menuju ke Sombaopu (Gowa). Pada tanggal 19 Desember 1666 armada V.O.C. yang kuat ini sampai di depan Sombaopu, ibukota dan pelabuhan kerajaan Gowa. Dengan pameran kekuatannya, Speelman mula-mula mau menggertak Sultan Hasanudin. Kemudian Speelman mengajukan tuntutan agar kerajaan Gowa membayar segala kerugian yang berhubungan dengan pembunuhan orang-orang Belanda oleh orang-orang Makasar. Selanjutnya Speelman menuntut agar semua orang-orang Makasar yang melakukan pembunuhan diserahkan kepada Speelman. Tuntutan-tuntutan Speelman yang bernada congkak itu tentu saja ditolak oleh Sultan Hasanudin.

Karena pameran kekuatan armada V.O.C. tidak berhasil menakut-nakuti orang-orang Makasar, maka Belanda mulai mengadakan tembakan meriam yang gencar terhadap kedudukan dan pertahanan orang-orang Makasar. Tembakan-tembakan meriam kapal-kapal V.O.C. ini dibalas pula dengan tembakan-tembakan meriam yang gencar pula oleh pihak kerajaan Gowa. Maka terjadilah tembak-menembak dan duel meriam yang seru antara

kapal-kapal armada V.O.C. dan benteng-benteng pertahanan kerajaan Gowa.

Tembak-menembak yang seru ini berlangsung pada tanggal 21 Desember 1666 setelah Speelman memerintahkan untuk menaikkan bendera merah sebagai tanda "PERMAKLUMAN PERANG" kepada kerajaan Gowa. Jadi perang terbuka antara Belanda (V.O.C.) dan kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin dimulai pada tanggal 21 Desember 1666 dan diawali dengan tembak-menembak serta duel meriam yang seru sekali. Kemudian armada V.O.C. itu, sesuai dengan instruksi yang diterimanya dari pimpinan V.O.C. di Batavia, menyusur pantai kerajaan Gowa ke selatan. Armada itu menembaki tempat-tempat yang lemah pertahanannya. Di tempat-tempat itu mereka mendarat dan merampok serta membakar dusun-dusun di sepanjang pantai. Maksudnya untuk menimbulkan panik dan ketakutan pada penduduk dan rakyat Gowa.

Pada tanggal 25 Desember 1666 armada V.O.C. di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Janszoon Speelman tiba di Bantaeng. Di sini Belanda dan sekutu-sekutunya menurunkan pasukan-pasukannya. Maka terjadilah pertempuran yang sengit antara pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya melawan pasukan kerajaan Gowa yang dengan gagah-berani mempertahankan Bantaeng. Bantaeng merupakan gudang makanan bagi kerajaan Gowa. Dalam pertempuran yang sengit ini banyak korban yang jatuh di kedua belah pihak. Bahkan Aru Palaka mendapat luka di dalam pertempuran sengit di daerah Bantaeng ini. Berkat keunggulan persenjataannya pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya akhirnya dapat merebut Bantaeng. Kemudian kota Bantaeng dibakar dan dimusnahkan oleh pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Mungkin karena jengkelnya karena mendapat perlawanan yang gigih, maka selain dari pada kota Bantaeng, pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya yang sudah kalap itu membakar dan memusnahkan pula lebih dari 30 (tiga puluh) buah desa di sekitar Bantaeng dan lebih dari seratus buah perahu. Bahkan pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya yang sudah kalap itu membakar pula beratus-ratus ton beras dan padi rakyat. Setelah membakar dan memusnahkan kota Bantaeng serta desa-desa di daerah itu maka armada V.O.C. kemudian menuju ke Buton. ​

Pada tanggal 31 Desember 1666 sampailah armada V.O.C. di bawah pimpinan Laksamana Speelman itu di Buton. Pada waktu itu Buton sedang dalam keadaan sangat gawat. Benteng kerajaan itu sedang terancam dan dikurung rapat oleh pasukan-pasukan dan armada kerajaan Gowa yang memang sengaja dikirim oleh Sultan Hasanudin untuk menghukum Sultan Buton yang memberi perlindungan dan memberi bantuan kepada Aru Pa1aka dan kawan-kawan beliau. Aru Palaka jadi buronan dan dianggap sebagai musuh kerajaan Gowa yang paling berbahaya. Pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang mengurung Buton ini berkekuatan kurang lebih 15.000 (lima belas ribu) orang. Sebagian besar terdiri dari orang-orang Makasar, orang-orang Bugis dan orang-orang Mandar. Pasukan-pasukan kerajaan Gowa ini disertai oleh sebuah armada yang terdiri dari kurang lebih 700 (tujuh ratus) buah perahu. Ada juga yang mengatakan 450 (empat ratus lima puluh) buah perahu. Armada dan pasukan-pasukan kerajaan Gowa ini berada di bawah pimpinan Karaeng Bontomarannu. Beliau dibantu oleh Sultan Bima dan Raja Luwu.

Jadi armada V.O.C. itu datang pada saat yang tepat sekali, terutama bagi Buton yang sudah genting sekali keadaannya. Andaikata armada Belanda dan pasukan-pasukan sekutunya itu datang seminggu atau beberapa minggu kemudian, maka besar sekali kemuungkinannya kerajaan Buton akan musnah atau jatuh ke tangan pasukan-pasukan kerajaan Gowa.

Dengan diam-diam Aru Palaka berhasil naik ke darat. Orang-orang Buton bertahan di dalam sebuah benteng yang tangguh dan sangat baik letaknya. Pintu-pintu benteng itu sudah ditutup rapat. Aru Palaka dapat masuk ke dalam benteng itu dengan melalui sebuah jalan dan pintu yang sangat dirahasiakan. Sesampainya di dalam benteng itu, maka Aru Palaka mengadakan pembicaraan dengan Sultan Buton. Dalam pembicaraan itu antara lain disepakati bahwa meriam-meriam Buton yang tidak sedikit jumlahnya akan serentak mengadakan tembakan yang gencar. Tembakan itu ditujukan ke arah armada kerajaan Gowa bersamaan waktunya dengan tembakan-tembakan meriam armada Belanda (V.O.C.) yang sudah mengurung armada kerajaan Gowa dari arah selatan. Jadi armada V.O.C. di bawah pimpinan Laksamana Speelman menutup rapat mulut Selat Buton di sebelah ​

selatan. Kemudian dengan diam-diam Aru Palaka dan kawan-kawan beliau mengadakan infiltrasi. Mereka mengadakan kampanye bisik-bisik di kalangan orang-orang Bugis yang turut armada Gowa yang sedang mengurung Buton itu.

Perlu kami jelaskan di sini bahwa di dalam armada kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu ini terdapat beribu-ribu orang Bugis yang negerinya ditaklukkan oleh kerajaan Gowa. Mereka ini menganggap Aru Palaka sebagai seorang pahlawan yang akan membebaskan mereka dari kekuasaan kerajaan Gowa. Sebelumnya, ada tersiar berita bahwa Aru Palaka gugur di Sumatera sewaktu beliau membantu orang-orang Belanda di sana. Berita kembalinya Aru Palaka dan kawan-kawan beliau dari Batavia bersama pasukan-pasukan dan armada V.O.C. untuk menyerang dan menggempur kerajaan Gowa merupakan berita besar yang tidak disangka-sangka. Berita itu sangat menggembirakan orang-orang Bugis yang memang sudah lama menanti-nantikan Aru Palaka yang akan membebaskan mereka dari kekuasaan kerajaan Gowa. Setelah mendengar bahwa Aru Palaka berada di dalam armada V.O.C. itu, maka di kalangan orang-orang Bugis yang tidak sedikit jumlahnya itu terjadi kegoncangan. Bahkan juga di kalangan orang-orang Mandar yang turut di dalam armada Gowa itu terjadi kegoncangan. Tentu saja hal ini menimbulkan panik dan kekacauan yang luar biasa di dalam armada dan pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Mereka sesungguhnya sudah mengurung rapat benteng kerajaan Buton. Karena orang-orang Bugis yang turut dalam pengepungan benteng kerajaan Buton itu tidak sedikit jumlahnya, maka panik dan kekacauan yang ditimbulkannya mernberikan effect dan pukulan psikhologis yang sangat merugikan armada dan pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Jumlah orang-orang Bugis ada kurang lebih 5000 (lima ribu) orang. Ditambah lagi dengan kegoncangan orang-orang Mandar yang merasa tidak berkewajiban untuk membela panji-panji kerajaan Gowa. Armada Gowa yang dahsyat itu betul-betul kacau-balau keadaannya.

Demikianlah pada tanggal 1 Januari 1667 terjadi pertempuran laut yang seru. Selat Buton yang biasanya tenang dan sepi di pagi hari, kini tiba-tiba riuh dan ramai oleh dentuman meriam dan desingan peluru. Meriam-meriam besar armada V.O.C. yang

dipimpin oleh Laksamana Speelman mulai menyerang dan menembaki armada dan pasukan-pasukan Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu. Bersamaan waktunya dengan serangan armada Belanda dan sekutu-sekutunya itu, meriam-metiam pertahanan Buton memuntahkan pula peluru-pelurunya dari benteng yang terletak di atas sebuah bukit yang sangat strategis letaknya. Orang-orang Bugis yang diperintahkan oleh Aru Palaka menyusup dan mengadakan kampanye bisik-bisik berhasil pula menimbulkan panik dan kekacauan yang luar biasa di dalam armada Gowa. Serangan dari dua jurusan, yakni dari armada V.O.C. dan tembakan-tembakan gencar dari meriam-meriam pertahanan benteng Buton, ditambah lagi dengan kepanikan dan kekacauan hebat yang ditimbulkan oleh orang-orang Bugis yang dengan tiba-tiba berbalik haluan, menyebabkan armada Gowa yang tadinya amat dahsyat dan meyakinkan itu betul-betul kocar-kacir keadaannya.

Jadi terutama berkat usaha dan pengaruh Aru Palaka, maka armada Gowa yang dahsyat dan dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu itu dapat dilumpuhkan dan dihancurkan. Sekali-kali bukan karena kehebatan atau kegagah-beranian yang luar biasa Admiral Speelman dan orang-orang Belanda yang dipimpinnya, seperti yang selalu secara berlebih-lebihan ditonjol-tonjolkan oleh orang-orang dan penulis-penulis sejarah bangsa Belanda.

Kekalahan armada Gowa yang dahsyat itu, ialah terutama karena armada dan pasukan-pasukannya tidak terdiri dari suatu kesatuan yang homogeen dan kompak. Di dalam armada dan pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu itu terdapat banyak sekali orang-orang Bugis yang negerinya ditaklukkan oleh kerajaan Gowa. Loyalitas atau kesetiaan mereka untuk membela panji-panji kerajaan Gowa tidak dapat diandalkan. Bahkan mereka menantikan dan menganggap Aru Palaka yang datang bersama-sama orang-orang Belanda sebagai seorang pahlawan yang akan membebaskan mereka dari kekuasaan kerajaan Gowa. Jumlah orang-orang Bugis ini tidak sedikit, yakni kurang lebih sepertiga dari seluruh kekuatan armada dan pasukan-pasukan kerajaan Gowa itu. Begitu mendengar bahwa Aru Palaka sudah datang dari Batavia dan berada di antara armada V.O.C. yang menyerang itu, maka pasukan-pasukan

Bugis yang tidak sedikit jumlahnya itu segera menarik diri. Bahkan mereka berbalik dan menghantam pasukan-pasukan kerajaan Gowa dari dalam. Demikian pula pasukan orang-orang Mandar yang cukup banyak jumlahnya. Mereka tidak ada nafsu untuk berperang. Mereka merasa bukan kewajiban mereka untuk membela panji-panji kerajaan Gowa. Inilah sebab utama dari pada kekalahan dan kehancuran armada kerajaan Gowa yang tadinya tampak dahsyat dan sangat meyakinkan itu.

Ada suatu pelajaran yang sangat berharga yang dapat kita petik dari peristiwa ini. Suatu kekuatan yang bagaimanapun dahsyatnya, namun jikalau ia tidak terdiri dari suatu kekuatan yang kompak dan homogeen, apalagi jikalau semangat yang mendukung kekuatan itu sangat lapuk, maka kekuatan itu tidak dapat diandalkan.

Sisa armada Gowa yang tidak mau menyerah dan tidak jatuh ke tangan orang-orang Belanda atau sekutu-sekutunya lari menuju ke arah utara. Pintu atau mulut bagian selatan Selat Buton dikurung rapat oleh kapal-kapal perang Belanda yang lebih besar dan lebih unggul persenjataan meriam-meriamnya.

Berbaliknya orang-orang Bugis memberi effect psikologis yang sangat merugikan kepada pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Oleh karena itu maka armada dan pasukan-pasukan kerajaan Gowa itu lumpuh, kacau-balau dan tidak dapat memberi perlawanan sebagaimana mestinya. Perlawanan pasukan-pasukan dan armada Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu terpaksa dapat dipatahkan dalam waktu yang tidak begitu lama. Beribu-ribu orang tertawan, di antaranya terdapat Karaeng Bontomarannu sendiri, Sultan Bima, Datu Luwu, dua orang raja atau bangsawan dari Mandar, putera sulung dan dua orang saudara Karaeng Bontomarannu.

Karaeng Bontomarannu inilah kelak yang bersama Karaeng Galesong bergabung dengan Trunojoyo meneruskan perlawanannya yang gigih terhadap kekuasaan Belanda (V.O.C.) di pulau Jawa. Ada sementara orang yang menyatakan bahwa Karaeng Bontomarannu dan Karaeng Galesong bukanlah orang lain akan tetapi satu orang juga. Mungkin Karaeng Bontomarannu berganti nama menjadi Karaeng Galesong. Hal ini belum diketahui dengan pasti.

Seperti yag dapat kita baca di dalam buku-buku sejarah, setelah kerajaan Gowa dapat dikalahkan oleh Laksamana Speelman, orang-orang Makasar meneruskan perlawanannya menentang kekuasaan Belanda (V.O.C.) di luar daratan Sulawesi Selatan. Orang-orang Makasar ini menyerang dan merampas kapal-kapal dagang Belanda (V.O.C.) di mana dan kapan saja ada kesempatan yang baik. Oleh karena itulah maka orang-orang Makasar ini dan keturunannya dinamakan perompak-perompak atau bajak-bajak laut yang sangat berbahaya dan sangat ditakuti terutama oleh kapal-kapal dagang Belanda. Mula-mula orang-orang Makasar ini menuju ke Banten di Jawa Barat. Kemudian dengan 70 (tujuh puluh) buah perahu mereka menuju ke Jawa Timur. Pada waktu Trunojoyo mengadakan perlawanan dan bermusuhan dengan Belanda (V.O.C.) orang-orang Makasar bersekutu dengan orang-orang Madura di bawah pimpinan Trunojoyo. Kapal-kapal Belanda (V.O.C.) yang membawa bahan-bahan makanan atau barang-barang dagangan diserang dan dirampas oleh orang-orang Makasar. Oleh karena itu maka orang-orang Belanda (V.O.C.) sangat gelisah.

Tempat-tempat di pantai selatan pulau Madura dan di bagian utara Jawa Timur diduduki dan sebagian besar dibakar. Demikian pula kota Surabaya. Armada Mataram tidak sanggup menghadapi angkatan laut liar orang-orang Makasar yang bergabung dengan orang-orang Madura ini. Pun angkatan darat dari Mataram yang diangkut oleh angkatan lautnya banyak yang diserang dan dihancurkan. Kemudian tentara Madura yang dipimpin oleh Trunojoyo dan dibantu oleh orang-orang Makasar bertempur di daratan pulau Jawa. Demikianlah orang-orang bersekutu dengan orang-orang Madura di bawah pimpinan Trunojoyo melawan Belanda (V.O.C.). Jadi orang-orang Makasar tetap menentang dan memerangi orang-orang Belanda (V.O.C.). Bahkan orang-orang Makasar menjadikan Kakapar di Jawa Timur sebagai tempat pertahanan mereka. Lebih satu tahun lamanya orang-orang Makasar dapat mempertahankan benteng Kakapar dari serangan pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Setelah terjadi pertempuran yang sengit dan tidak sedikit mengambil korban di pihak musuh, akhirnya orang-orang Makasar terpaksa melepaskan Kakapar. Namun kemudian orang-orang Makasar bergabung lagi dengan pasukan-pasukan Madura yang dipimpin oleh Trunojoyo.

Sekarang marilah kita kembali kepada nasib orang-orang Makasar yang ada di Selat Buton. Pasukan-pasukan Makasar yang sedang mengurung benteng pertahanan Buton terpaksa meninggalkan pertahanannya. Orang-orang Bugis segera bergabung dengan pasukan-pasukan Aru Palaka yang turut dalam armada V.O.C. itu. Orang-orang Bugis itu memukul pasukan-pasukan kerajaan Gowa dari dalam. Ada kurang lebih 5000 (lima ribu) orang Bugis yang turut di dalam armada dan pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu. Ada kira-kira 68 (enam puluh delapan) buah perahu yang segera bergabung pada Aru Palaka dan berbalik menyerang armada Gowa. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 3 Januari 1667. Kemudian pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya, ditambah dengan orang-orang Bugis yang berbalik dan orang-orang Buton yang merasa dirinya terlepas dari kurungan maut, menggempur dan mengejar pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Kini keadaan berbalik. Pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang tadinya bersikap menyerang, kini dalam keadaan diserang dan harus membela diri. Mereka tidak dapat lagi bertahan terhadap musuh yang jauh lebih besar jumlahnya dan lebih unggul persenjataannya. Apalagi karena daerah itu masih asing bagi sebagian besar dari mereka. Terutama karena kepanikan dan kekacauan yang disebabkan oleh berbaliknya orang-orang Bugis yang begitu besar jumlahnya, maka akhirnya orang-orang Makasar terpaksa menyerah. Jumlah mereka yang ditawan ada kurang lebih 5500 (lima ribu lima ratus) orang. Sebagian dari mereka, yakni ada kurang lebih 400 (empat ratus) orang yang sudah dipilih, yang badannya kuat dan sehat dibawa dan dijual sebagai budak. Sebagian besar lainnya lagi, yakni kurang lebih 5000 (lima ribu) orang dibawa ke sebuah pulau kecil yang letaknya di Selat Buton.

Sebagian besar orang-orang Makasar yang dibawa ke pulau ini tidak lama kemudian mati kelaparan atau karena penderitaan yang tak tertahankan. Pulau kecil ini kemudian dinamakan

dan sampai sekarang terkenal dengan nama pulau Makasar. Perahu-perahu yang jatuh ke tangan orang-orang Belanda dan sekutu-sekutunya beratus-ratus buah jumlahnya. Seratus dua puluh enam buah diserahkan kepada Aru Palaka. Dua buah perahu yang terbesar yang masing-masing dipersenjatai dengan 18 (delapan belas) dan 15 (lima belas) buah meriam, yakni

yang sebuah perahu kepunyaan Karaeng Bontomarannu dan yang lagi kepunyaan Datu Luwu diambil oleh orang-orang Belanda. Setelah perahu-perahu itu diganti namanya menjadi "Victoria" dan "Macassers schade" keduanya dimasukkan ke dalam formasi armada Speelman. Kepada Sultan Buton diserahkan 30 (tiga puluh) buah perahu. Sisanya, yakni kurang lebih 300 (tiga ratus) buah perahu dibakar dan dimusnahkan. Orang-orang Buton, kurang lebih dua ratus orang yang tadinya ditawan dan dijadikan budak oleh orang-orang Makasar, dikembalikan kepada Sultan Buton. Orang-orang Bugis yang kurang lebih 5000 (lima ribu) orang jumlahnya dimasukkan ke dalam pasukan-pasukan Aru Palaka.

Dengan penuh kecurigaan Speelman memperingatkan kepada Aru Palaka agar supaya Aru Palaka berhati-hati dan jangan terlalu percaya kepada orang-orang Bugis yang berbalik itu. Akan tetapi Aru Palaka lebih mengerti keadaan dan sifat serta watak orang-orang Bugis itu. Beliau memberi jaminan bahwa orang-orang Bugis yang berbalik itu bukanlah orang-orang pengecut. Mereka adalah bekas-bekas kawan sependeritaan yang memang menanti kedatangan Aru Palaka untuk membebaskan mereka.

Selanjutnya pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya dapat merampas 195 (seratus sembilan puluh lima) panji dan unggul-unggul emas, keris-keris yang hulu atau sarungnya dibalut dengan emas atau perak, bedil dan tombak serta beberapa buah meriam. Selain dari pada itu ada pula sejumlah besar beras dan bahan-bahan makanan lainnya. Demikianlah keadaan serta nasib armada kerajaan Gowa yang he bat dan dahsyat itu.

Jadi sekali lagi perlu kami tegaskan, bahwa kekalahan armada Gowa itu sekali-kali bukan karena keluar-biasaan atau kegagah-beranian Laksamana Speelman dan orang-orang Belanda yang dipimpinnya. Pada awal pertempuran itu, yakni pada hari pertama, sudah banyak orang Belanda yang luka-luka, yakni ada 35 (tiga puluh lima) orang, tiga orang di antaranya berpangkat letnan dan seorang vaandrig. Yang gugur atau tewas ada empat orang. Yang sakit disentri dan tinggal saja di kapal ada 65 (enam puluh lima) orang. Angka-angka itu baru orang- orang Belanda yang tewas, luka-Iuka dan sakit. Jadi dari orang-orang Belanda yang tidak seberapa jumlahnya itu paling sedikit ​

lebih dari seratus orang yang tidak turut aktif mengambil bagian dalam pertempuran itu. Jadi jelaslah bahwa kekalahan armada dan pasukan-pasukan Gowa itu bukanlah karena keluar-biasaan Speelman atau karena kegagah-beranian orang-orang Belanda yang dipimpinnya. Namun demikianlah yang selalu dan sering terlalu dibesar-besarkan oleh orang-orang Belanda dan penulis-penulis sejarahnya.

Berita kemenangan armada Belanda dan sekutu-sekutunya yang gilang-gemilang di Selat Buton ini dikirim dengan kurir istimewa ke Batavia bersama dengan 50 (lima puluh) buah panji rampasan yang sudah dipilih oleh Speelman sendiri. Bahkan tiga buah surat yang sama isinya dikirim melalui tiga jalan ke Batavia. Maksudnya agar berita kemenangan yang gilang-gemilang itu selekas mungkin dan pasti tiba di Batavia. Berita kilat ini selain dari pada ingin menunjukkan kegembiraannya, juga mengandung maksud-maksud yang lain, terutama kepentingan pribadi Speelman. Pemimpin armada V.O.C. itu ingin terus mengadu untung. Speelman berusaha memperoleh izin dari pimpinan V.O.C. di Batavia untuk menyerang dan merebut pusat kekuatan kerajaan Gowa, yakni Benteng Sombaopu. Kemenangan yang gilang-gemilang yang tidak diduganya itu rupanya sangat kuat mendorong Speelman untuk bertindak lebih jauh.

Berita yang terlebih dahulu sampai, ialah yang dibawa oleh kapal "de Pimpel" yang tiba di Batavia (Jakarta) pada tanggal 11 April 1667. Berita kehancuran armada Gowa yang dahsyat itu sangat menggembirakan, terutama para pembesar V.O.C. di Batavia. Karena kemenangan armada V.O.C. dan sekutu-sekutunya yang gilang-gemilang di Selat Buton ini maka Teluk Bau-Bau oleh orang-orang Belanda dinamakan "Victoria-baai" artinya Teluk Kemenangan. Jadi dengan kemenangannya yang gilang-gemilang itu Speelman berusaha memperoleh balabantuan yang lebih besar dari Batavia.

Belanda bukanlah Belanda penjajah jikalau mereka tidak mau mempergunakan dengan sebaik-baiknya kesempatan yang sangat menguntungkan mereka. Karena merasa dirinya terhindar dari malapetaka dan kehancuran totalnya oleh pertolongan armada V.O.C., maka Sultan Buton sangat bergembira. Baginda sangat berterima kasih kepada kawan-kawan yang datang me-

nolongnya. Saat dan kesempatan ini dipergunakan pula oleh Laksamana Speelman dengan sebaik-baiknva. Di Buton diadakan pesta kemenangan yang sangat meriah oleh Belanda (V.O.C.) dan sekutu-sekutunya.

Setelah kurang lebih sebulan berada di Buton, maka pada tanggal 31 Januari 1667 diadakanlah perjanjian persekutuan antara V.O.C. dan Sultan Buton. Dalam perjanjian itu antara lain ditetapkan bahwa Sultan Buton harus membasmi pohon-pohon cengkeh dan pala di Buton, terutama di pulau Kaidupa dan pulau Wangi-Wangi. Sultan Buton diminta oleh V.O.C. untuk mengawasi pemusnahan pohon rempah-rempah itu dan menjaga agar tidak diadakan penanaman pohon-pohon yang baru. Sebagai gantinya V.O.C. akan memberikan uang tahunan (jaargeld) sebesar seratus ringgit kepada Sultan Buton. Dengan ini jelas pula betapa serakahnya orang-orang Belanda (V.O.C.). Mereka hanya mengingat kepentingan dirinya sendiri saja. Mereka tidak mau mempedulikan kepentingan dan nasib rakyat Buton. Sedikit banyak rakyat Buton turut membantu V.O.C. mencapai kemenangan yang gilang-gemilang di Selat Buton.

Sebuah perahu dan 80 (delapan puluh) orang serdadu Belanda ditinggalkan dan ditempatkan di Buton. Pasukan-pasukan Belanda ini dipimpin oleh Letnan Jan van Haarlem. Kemudian Aru Palaka diminta oleh Speelman agar memerintahkan pengikut-pengikut beliau menuju ke Bone. Mereka diminta menyiapkan perlawanan umum pada saat armada V.O.C. kembali dari kepulauan Maluku. Dalam bulan Mei 1667 Aru Palaka mengirimkan Arung Bila dan Aru Kaju dengan kurang lebih 2000 (dua ribu) orang ke daratan Sulawesi Selatan. Mereka diminta agar mengajak orang-orang Bugis yang ditaklukkan oleh kerajaan Gowa, bangkit mengadakan perlawanan umum. Akan tetapi pasukan-pasukan ini dapat dihalau oleh pasukan-pasukan Gowa. Arung Bila dan Aru Kaju lari ke daerah Luwu. Dari Buton, sesuai dengan instruksi yang diterimanya, Laksamana Speelman menuju ke Maluku. Speelman bermaksud terutama untuk mencari dan mengumpulkan balabantuan guna menyerang keraiaan Gowa. Nasib Speelman sedang baik. Dewi Fortuna sedang mengiringi Speelman. Pada waktu itu Sultan Mandarsyah dari Ternate dan Sultan Saifudin dari Tidore sedang bermusuhan. Setiap pertengkaran atau pennusuhan antara kita sama kita selalu menguntungkan pihak Belanda. Keadaan yang demikian selalu dipergunakan

dengan sebaik-baiknya oleh Belanda. Belanda sangat pandai dan mahir sekali mempergunakan senjata "divide et impera" atau pecah belah dan jajahlah. Belanda selalu pandai mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya dari setiap perselisihan atau pennusuhan di antara kita sama kita. Sebagai "kawan yang baik" Belanda sering mendamaikan pihak-pihak yang bermusuhan itu. Sebagai rasa dan tanda terima kasih atas "kebaikan hati" itu, Belanda pasti dan selalu mendapat apa-apa atau hadiah. Demikian pula dalam permusuhan antara Sultan Mandarsyah dari Temate dan Sultan Saifudin dari Tidore ini. Kebetulan pada saat itu orang-orang Belanda baru saja mencapai kemenangan atas orang-orang lnggeris di daerah itu setelah mengadakan pertempuran laut empat hari lamanya. Pada tangal 28 Maret 1667 Laksamana Speelman mengadakan pesta kemenangan yang meriah. Kedua orang Sultan yang bermusuhan itu diundang pula ke pesta kemenangan Speelman itu. Dengan mahirnya Speelman berhasil mendamaikan Sultan Mandarsyah dan Sultan Saifudin. Akan tetapi, setelah pesta yang meriah dan "penuh persahabatan" itu selesai, Belanda (V.O.C.) berhasil membujuk dan mengadakan perjanjian persahabatan dengan Sultan Saifudin dari Tidore. Perjanjian ini dibuat pada tangal 29 Maret 1667. Kemudian pada tanggal 30 Maret 1667 Speelman berhasil pula membujuk dan mengadakan perjanjian yang baru dengan Sultan Mandarsyah dari Ternate. Di dalam perjanjian itu antara lain disebutkan, bahwa:

1) Sultan Ternate dan Sultan Tidore mengakui V.O.C. (Belanda) sebagai pelindungnya.

2) Belanda (V.O.C.) memperoleh hak monopoli perdagangan di wilayah kekuasaan kedua orang Sultan itu.

3) Selanjutnya kedua orang Sultan itu menyetujui bahwa jikalau mereka wafat, tidak akan ditunjuk pengganti pengganti mereka tanpa persetujuan V.O.C. (Belanda).

Dengan ini jelaslah lagi betapa mahirnya Belanda(V.O.C.) mempergunakan dengan baik kesempatan yang sangat menguntungkan bagi mereka. Belanda (V.O.C.) selalu pandai mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya pada setiap ada perpecahan atau permusuhan di antara kita sama kita. Hal ini harus dicamkan baik-baik oleh bangsa Indonesia: SETIAP PERPECAHAN ATAU PERMUSUHAN ANTARA KITA PASTI DAN SELALU MENGUNTUNGKAN KAUM PENJAJAH.

Perlu kiranya kami singgung di sini, bahwa sebelum Laksamana Speelman berangkat ke daerah-daerah Indonesia bagian timur, memang sudah dimasukkan ke dalam anggaran belanja, biaya kepergian Speelman itu, termasuk pengeluaran untuk membeli hadiah-hadiah. Hadiah-hadiah itu akan dipersembahkan sebagai "tanda persahabatan" kepada Raja-Raja yang berkuasa di sana. Besar kecilnya nilai hadiah itu tergantung pada besar kecilnya kepentingan V.O.C. dan keuntungan yang dapat diperoleh V.O.C. dari Raja-Raja itu. Misalnya:

1) Untuk Sultan Ternate hadiah seharga 200 ringgit

2) Untuk Sultan Tidore hadiah seharga 200 ringgit

3) Untuk Sultan Buton hadiah seharga 150 ringgit

4) Untuk Sultan Bacan hadiah seharga 150 ringgit

Demikianlah lihainya V.O.C. yang bermental pedagang itu dalam mendekati dan "merayu" Raja-Raja bangsa Indonesia. Dari sejarah ini kita terutama para pemimpin kita, dapat belajar jangan sampai terulang lagi bahwasanya kita terpikat dan terbius oleh pendekatan dan "rayuan pedagang" seperti itu. Caranya mungkin berbeda, tetapi dasar dan tujuannya tetap sama, tidak ada perbedaan antara mental pedagang abad-abad yang lalu dan mental pedagang zaman modern ini.

Kemudian Speelman mengunjungi kerajaan Bacan. Dengan Sultan Bacan Speelman berhasil pula membuat perjanjian. Isinya dapat dikatakan sama saja dengan perjanjian yang telah dibuatnya dengan Sultan Ternate dan Sultan Tidore. Dari Bacan Speelman menuju ke Banda. Kemudian, pada tanggal 26 Mei 1667 Speelman tiba di Ambon. Pada tanggal 6 Juni 1667 Speelman mengadakan pesta perpisahan. Speelman belum berani menyerang pusat kekuatan kerajaan Gowa di Sombaopu sebelum ia berhasil mengumpulkan balabantuan yang cukup kuat dan banyak jumlahnya. Berkat keadaan yang sangat menguntungkan dan nasib mujur yang selalu mengiringinya Speelman berhasil dalam perjalanannya. Speelman berhasil memperoleh balabantuan yang besar sekali dari sekutu-sekutunya di Indonesia bagian timur.

Dari Ambon Speelman memperoleh balabantuan berupa sembilan buah kora-kora atau perahu perang Maluku beserta anak-buahnya sekali yang dipersenjatai. Sebagai tanda persahabatan kepada sekutu-sekutunya itu Speelman menghadiahkan sebuah kepingan emas untuk tiap-tiap orang pemimpin atau kepala.

Dari Sultan Ternate Speelman mendapat bantuan pasukan dan beberapa buah perahu perang. Pasukan-pasukan V.O.C. yang terbaik di Maluku diambil dan dibawa oleh Speelman untuk menyerang kerajaan Gowa. Hal ini sesungguhnya melanggar perintah para pembesar V.O.C. di Batavia. Speelman dilarang mengurangi atau memperlemah pos-pos Belanda (V.O.C.) di Maluku. Namun Speelman sangat membutuhkan tenaga-tenaga yang terbaik untuk mensukseskan tugasnya memerangi orang-orang Makasar yang terkenal gagah-berani. Jadi didorong oleh ambisi yang sangat kuat, ditambah dengan kemenangan-kemenangan serta kemujuran-kemujuran yang mengiringinya, maka makin besar nafsu Speelman untuk sekali lagi mencoba nasibnya. Speelman sangat ingin memperbaiki namanya yang sedang jatuh dan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi jikalau ia mujur dan menang.

Setelah berhasil memperkuat kedudukan V.O.C. di Maluku dan setelah memperoleh bantuan yang cukup besar, maka pada tanggal 7 Juni 1667 Speelman berangkat dan menuju ke Buton. Pada tanggal 19 Juni 1667 Speelman tiba di Buton. Pada tanggal 25 Juni 1667 di Victorie Baai (Teluk Bau-Bau) di atas kapal pimpinan armada Belanda "Tertholen" Speelman mengadakan rapat dengan para pembantunya. Mereka merundingkan dan merencanakan tindakan-tindakan selanjutnya dalam menghadapi orang-orang Makasar di daratan Sulawesi Selatan.

Belanda bukanlah Belanda penjajah jikalau mereka tidak mempergunakan saat yang baik untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Sungguhpun sebelum berangkat ke Maluku V.O.C. sudah mengadakan perjanjian dengan Sultan Buton, namun karena merasa dirinya sudah kuat, maka sebelum berangkat menyerang kerajaan Gowa, Belanda (V.O.C.) membuat lagi sebuah perjanjian baru dengan Sultan Buton. Di dalam perjanjian itu dimasukkan lagi pasal-pasal yang hampir sama isinya dengan perjanjian yang dibuat oleh Speelman dengan Sultan Ternate, Sultan Tidore dan Sultan Bacan, Bahkan di dalam perjanjian dengan Sultan Buton itu ditambahkan bangsa-bangsa apa saja yang boleh berdagang di Buton. Juga disebutkan hasil-hasil serta barang-barang apa saja yang boleh diperdagangkan di Buton. Demikianlah Belanda (V.O.C.) yang serakah selalu dan tidak pernah lalai mempergunakan setiap kesempatan yang baik untuk mengambil keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Pun dari

Sultan Buton Speelman mendapat bantuan pasukan dan perahu-perahu serta bahan-bahan makanan. Hal ini tidak sedikit artinya bagi operasi yang akan dijalankan oleh Speelman terhadap induk kekuatan dan pusat kekuasaan kerajaan Gowa di Sombaopu.

Sementara Speelman menuju ke Buton dan Maluku, orang-orang Makasar di bawah pimpinan Sultan Hasanudin tidak tinggal diam. Sultan Hasanudin berusaha keras memperkuat pertahanan kerajaannya. Di sepanjang pantai antara Ujung Pandang dan Bantaeng didirikan kubu-kubu pertahanan. Maksudnya untuk mencegah kemungkinan pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya mengadakan pendaratan.

Bantaeng yang sudah pernah dimusnahkan oleh pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya diperkuat lagi dengan pasukan Gowa sejumlah kurang lebih 5000 (lima ribu) orang. Pasukan-pasukan Gowa yang membela Bantaeng ini dipimpin oleh adik Sultan Hasanudin sendiri yang bernama I. Atatojeng Kare Tulolo Karaeng Bonto Majannang. Benteng Ujung Pandang dipertahankan oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa di bawah pimpinan Karaeng Bonto Sunggu. Benteng Pannakukang yang pada tahun 1660 pernah direbut dan diduduki oleh Belanda (V.O.C.) dipertahankan oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa di bawah pimpinan Karaeng Popo. Benteng Sombaopu dipertahankan oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang dipimpin sendiri oleh Sultan Hasanudin dibantu oleh Karaeng Karunrung.

Untuk mencegah Aru Palaka menimbulkan pemberontakan dan perlawanan umum di Bone, maka dalam bulan Pebruari 1667 Sultan Hasanudin mengangkat bekas Raja Bone La Maddaremmeng sebagai "komisaris" kerajaan Gowa di Bone. Seperti diuraikan di depan tadi pada tahun 1644 La Maddaremmeng dikalahkan dan diangkut sebagai tawanan ke Gowa. Akan tetapi tindakan politik Sultan Hasanudin ini sudah terlambat. Rakyat Bone sudah mulai bergolak. Apalagi setelah mendengar Aru Palaka dan kawan-kawan beliau sudah kembali dari Batavia dan bersama-sama dengan orang-orang Belanda (V.O.C.) menyerang kerajaan Gowa. Mereka sudah mendengar pula tentang pemusnahan kota Bantaeng serta desa-desa di sekitarnya dan bahwa Aru Palaka beserta kawan-kawan beliau beberapa orang bangsawan Bugis turut di dalam pertempuran itu. ​

Pengaruh Aru Palaka atas rakyat Bone dan Soppeng makin hari makin bertambah besar. Apalagi setelah mendengar berita kehancuran total armada kerajaan Gowa yang dahsyat di Selat Buton.

Sultan Hasanudin berusaha mengadakan hubungan dengan kerajaan Banten yang menjadi pula musuh orang-orang Belanda (V.O.C.) yang sangat berbahaya.

Sebelum Speelman menuju ke daratan Sulawesi Selatan, pimpinan V.O.C. di Batavia di dalam suratnya yang bertanggal 19 April 1667 dengan tegas berpesan agar Speelman jangan sampai mendaratkan pasukan-pasukan yang terdiri dari orang-orang Belanda. Dari sini dapat kita melihat dengan jelas betapa curangnya V.O.C. Dalam surat itu dengan jelas diminta atau diharapkan agar orang-orang Bugis saja yang bertempur di daratan melawan orang-orang Makasar. Jadi armada dan tentara Belanda yang ikut dipergunakan hanya untuk menakut-nakuti orang-orang Makasar seolah-olah mereka akan mendarat. Dengan demikian mereka mengharapkan orang-orang Makasar akan ketakutan dan menyerah.

Di dalam surat pimpinan V.O.C. itu diperintahkan agar Speelman sedapat mungkin jangan mengorbankan jiwa orang-orang Belanda. Di sinilah tampak dengan jelas kelicikan dan kelihaian orang-orang Belanda (V.O.C.). Mereka hanya pandai mengadu-domba orang-orang Indonesia untuk kemudian berlagak dan bertindak sebagai pahlawan yang gagah-berani. Hal ini perlu dicamkan baik-baik oleh bangsa Indonesia.

Pada tanggal 26 Juli 1667 berangkatlah armada V.O.C. di bawah pimpinan Laksamana Speelman dan sekutu-kutunya menuju ke Jazirah Barat Daya Sulawesi. Sekutu-kutu V.O.C. terdiri dari orang-orang Bugis, Buton, Ternate dan Ambon/Maluku. Perahu-perahu orang-orang Bugis di bawah pimpinan Aru Palaka berangkat lebih dahulu sebagai pasukan pengintai dan pelopor. Kemudian baru menyusul kapal-kapal Belanda yang dipimpin oleh Speelman dan perahu-perahu yang lainnya. Sultan Ternate masih harus tinggal di Buton. Baginda masih menunggu perahu-perahu dan pasukan-pasukan Ternate dari kepulauan Sula. Pada waktu Speelman tiba dengan armadanya di pantai Sulawesi Selatan ia agak gelisah. Ia tidak menjumpai perahu-perahu Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka.

Armada itu diserang oleh taufan, sehingga Aru Palaka dan Kapten Poleman terpisah dari induk armada yang dipimpin oleh Laksamana Speelman. Hal ini sangat menggelisahkan Speelman dan pasukan-pasukan Belanda serta sekutu-sekutunya. Betapa tidak! Aru Palaka mengenal betul daerah Sulawesi Selatan. Beliau mempunyai pengaruh yang besar sekali di kalangan raja-raja dan bangsawan Bugis. Di dalam pertempuran-pertempuran Aru Palaka telah membuktikan dirinya sebagai seorang pemimpin pasukan yang cakap, tangkas dan gagah-berani. Beliau dikagumi baik oleh kawan maupun oleh lawan.

Aru Palaka dan pengikut-pengikutnya sampai di Tiro. Didapatinya tempat itu diduduki oleh orang-orang Makasar. Kemudian diserang dan didudukinya tempat itu. Dari Tiro Aru Palaka menuju ke Pattiro di dekat Bone. Kemudian beliau mengirimkan Aru Bila dan Aru Appanang ke daerah Soppeng untuk memberitahukan kepada rakyat di sana bahwa Aru Palaka sudah ada di Pattiro. Demikian pula bahwa Aru Palaka dengan sekutu-sekutunya sudah merencanakan untuk menyerang dan menghancurkan kerajaan Gowa.

Berita kedatangan Aru Palaka dan kawan-kawan beliau segera tersiar luas. Kemudian banyaklah orang-orang Soppeng bersama Aru Bila dan Aru Appanang pergi ke Pattiro. Mereka menggabungkan diri dengan Aru Palaka, sedang Aru Palaka sendiri berhasil mengumpulkan orang-orang Bone yang cukup banyak jumlahnya.

Perlu kiranya kami singgung di sini, bahwa Aru Palaka adalah seorang anak raja dari daerah Soppeng. Beliau dilahirkan di sekitar tahun 1635 di desa Lamatta di daerah Marioriwawo

(Soppeng). Waktu kecilnya beliau dinamakan La Tenritata. Ayah beliau ialah La Pottobune' Arung Tana Tengnga, sebuah negeri di tepi Sungai WalanaE di dalam wilayah kedatuan Soppeng. lbu Aru Palaka ialah We Tenrisui Datu Marioriwawo puteri raja Bone yang ke XI. Raja Bone inilah yang mula-mula masuk Islam dan baginda bernama La Tenriruwa Sultan Adam Matinrowe ri Bantaeng. Jadi Aru Palaka adalah cucu Raja Bone Sultan Adam. Dari ibunya Aru Palaka alias La Tenritata mendapat gelar atau sering pula disebut Datu Marioriwawo. Akan tetapi beliau lebih dikenal sebagai Aru Palaka Petta MalampeE Gemme'na. Jadi tidaklah heran jikalau Aru Palaka mendapat simpati

dan dukungan yang sebesar-besarnya dari rakyat di daerah Soppeng (daerah ayahnya) dan rakyat dari daerah Bone (daerah ibunya).

Demikianlah Aru Palaka dengan segera berhasil mengumpulkan sebuah tentara yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Bone dan orang-orang Soppeng. Setelah berhasil mengumpulkan tentara yang cukup besar jumlahnya maka Aru Palaka pun mulai menyerang orang-orang Gowa di Panju. Maka terjadilah pertempuran yang sengit tiga hari lamanya. Pada hari yang keempat pasukan-pasukan kerajaan Gowa mengadakan serangan umum dan berhasil memukul mundur pasukan-pasukan Aru Palaka. Pasukan-pasukan Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka terpaksa mundur kembali ke Pattiro untuk mengumpulkan dan menyusun kembali kekuatannya.

Kapten Poleman kemudian berhasil bertemu kembali dengan induk armada V.O.C. yang dipimpin oleh Speelman di dekat Bantaeng. Kapten Poleman melaporkan kepada pimpinan armada V.O.C. itu betapa gentingnya keadaan Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya. Kapten Poleman sendiri tidak berdaya dan tidak mampu menolong Aru Palaka. Lalu Kapten Poleman menceriterakan pula betapa nasib Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya jikalau mereka tidak segera dibantu terutama dengan senjata. Speelman juga menyadari sungguh-sungguh betapa nanti pengaruh psykologisnya yang sangat merugikan jikalau Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya sampai dapat dipukul hancur oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Kekalahan dan kehancuran Aru Palaka akan memberi pengaruh negatif kepada pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Sebaliknya hal itu dapat memberi semangat yang menyala-nyala bagi pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Jikalau sampai terjadi hal yang seperti itu maka rencana Speelman untuk mengalahkan dan menghancurkan kerajaan Gowa akan mengalami kegagalan total. Hal ini disadari betul oleh Speelman. Oleh karena itu maka Speelman segera mengirim Kapten Poleman dengan dua buah perahu, meriam dan senjata-senjata lainnya ke Pattiro. Kapten Poleman menyampaikan kepada Aru Palaka pesan Speelman agar Aru Palaka meninggalkan Pattiro dan segera bergabung dengan pasukan-pasukan lainnya yang menanti beliau di Bantaeng. Karena tidak ada perahu yang cukup banyak untuk mengangkut pasukan-pasukan Bugis

yang sudah berhasil dikumpulkan kembali, maka Aru Palaka dan Kapten Poleman memutuskan untuk menempuh jalan darat. Mereka menyerang lagi pasukan-pasukan Gowa di Panju. Kali ini Aru Palaka dan Kapten Poleman berhasil merebut Panju setelah terlebih dahulu terjadi pertempuran yang seru. Setelah membakar desa-desa yang dilaluinya, akhirnya sampai jugalah Aru Palaka dan Kapten Poleman ke tempat yang dituju, yakni Bantaeng.

Pada tanggal 7 Juli 1667 Speelman menyerang kota Bantaeng. Kota ini dipertahankan dengan gagah-berani oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang berjumlah kurang lebih 5000 (lima ribu) orang. Pasukan pasukan kerajaan Gowa ini dipimpin sendiri oleh adik Sultan Hasanudin yang bernama I. Atatojeng Kare Tulolo Karaeng Bonto Majannang. Beliau ini dibantu oleh Karaeng Bontonompo, Karaeng Laiya dan Karaeng Bangkala. Setelah terjadl pertempuran yang sengit, akhirnya pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya berhasil merebut kota Bantaeng untuk kedua kalinya. Kota Bantaeng dimusnahkan lagi oleh pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya.

Pada tanggal 10 Juli 1667 Speelman meninggalkan kota Bantaeng menuju ke Sombaopu. Benteng ini menjadi sasaran dan tujuan utama dari pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Pada tanggal 11 Juli 1667 Speelman singgah dan mendarat di Jeneponto. Di sini, setelah mendapat perlawanan yang sengit, pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya membakar lumbung-lumbung padi persediaan makanan pasukan-pasukan kerajaan Gowa. Pada tanggal 12 Juli 1667 Speelman meninggalkan Jeneponto menuju ke Sombaopu. Pada tangal 13 Juli 1667 armada V.O.C. yang dipirnpin oleh Speelman tiba di perairan Sombaopu. Sewaktu tiba di pelabuhan Sombaopu, Belanda (V.O.C.) mengajukan lagi tuntutan-tuntutan yang dulu. Kerajaan Gowa diminta membayar segala kerugian yang diderita oleh orang-orang Belanda akibat pembunuhan dan perampasan yang dilakukan oleh orang-orang Gowa (orang-orang Makasar) atas kapal-kapal Belanda yang kandas di perairan kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa diminta menyerahkan semua pembunuh orang-orang Belanda kepada Speelman. Tuntutan-tuntutan itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Hasanudin. Namun karena tidak mau menodai perbuatan-perbuatan rakyatnya yang membenci

orang-orang Belanda, maka Sultan Hasanudin mengirimkan kepada Speelman semua uang yang telah diketemukan oleh orang-orang Makasar di kapal "De Leeuwin". Bersama dengan itu pula Sultan Hasanudin mengirimkan sejumlah uang emas sebagai pengganti kerugian atas kematian orang-orang Belanda dalam insiden-insiden kapal-kapal Belanda (V.O.C.) yang memasuki perairan kerajaan Gowa tanpa izin. Akan tetapi dengan congkak dan kasarnya Speelman mengeluarkan kata-kata antara lain sebagai berikut: "Want het Hollants loet niet met gelt, maer met het bloet dergene, die het vergoten adde .......... Coste voldaen werde." Jikalau kata-kata ini diterjemahkan dengan bebas, maka artinya adalah kurang lebih sebagai berikut: "Karena darah orang-orang Belanda tidak dapat dibayar dengan uang tetapi harus dibayar dengan darah orang-orang yang membunuhnya."

Kata-kata yang bernada congkak ini dikeluarkan oleh Speelman pada waktu menerima uang dan emas itu. Akan tetapi Speelman TIDAK MENGEMBALIKAN uang dan emas yang dikirimkan oleh Sultan Hasanudin. Rupanya Speelman tidak mengerti tentang watak dan perasaan orang-orang Makasar. Ia salah menafsirkan sikap dan tindakan Sultan Hasanudin. Disangkanya Sultan Hasanudin berbuat demikian karena baginda takut berperang dan berusaha membujuk orang-orang Belanda dengan tindakan baginda itu. Sungguh keliru sikap dan salah benar tafsiran orang-orang Belanda terhadap Sultan Hasanudin. Rupanya Speelman kurang memahami sikap dan watak Sultan Hasanudin sebagai seorang ksatria timur. Rupanya Belanda yang kasar dan congkak keliru dalam menafsirkan sikap ksatria Sultan Hasanudin. Tidak heran jikalau usaha-usaha Belanda untuk menggertak dan menakut-nakuti Sultan Hasanudin selalu gagal. Sultan Hasanudin bukan seorang penakut atau seorang pengecut. Sultan Hasanudin sekali-kali tidak takut berperang. Demikianlah pada tanggal 13 Juli 1667 armada Belanda yang di dipimpin oleh Laksamana Speelman sampai di depan Benteng Sombaopu. Tuntutan Speelman agar Sultan Hasanudin menyerahkan orang-orang Makasar yang membunuh orang-orang Belanda kepada Speelman ditolak mentah-mentah oleh Sultan Hasanudin. Hal ini membuktikan pula bahwa Sultan Hasanudin tidak takut berperang melawan Belanda (V.O.C.).

Dari Bantaeng Aru Bila dan Aru Appanang diutus oleh Aru Palaka ke daerah-daerah Soppeng, Barru, Nepo dan Tanete untuk mengajak raja-raja di daerah itu bangkit melawan kekuasaan kerajaan Gowa. Raja-raja Bugis itu diminta bergabung dengan pasukan-pasukan Aru Palaka untuk mengusir orang-orang Makasar dari daerah-daerah Bugis seperti: daerah Mandalle, Segeri, Labbakkang, Pangkajene sampai ke Maros. Daerah-daerah yang kami sebutkan di atas itu terletak di sebelah utara Benteng Sombaopu.

Jadi pasukan-pasukan dari Soppeng, Nepo, Barru dan Tanete akan menyerang Sombaopu dari sebelah utara da timur. Pasukan-pasukan Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka dibantu oleh pasukan-pasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Poleman akan menerobos dari Turatea dan menyerang Sombaopu dari arah selatan. Pasukan-pasukan dari Buton dan Ternate dengan kora-kora atau dengan perahu-perahu mereka yang lebih kecil akan menyusur tepi pantai. Induk armada V.O.C. dengan kapal-kapal yang besar dan dipimpin langsung oleh Laksamana Speelman akan menyerang dari arah laut. Jadi orang-orang Buton, orang-orang Ternate dan armada V.O.C. akan menyerang dari jurusan barat.

Sampai beberapa hari lamanya armada Belanda (V.O.C.) tinggal diam saja di depan Sombaopu. Mereka menunggu berita tentang pasukan-pasukan Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka. Sementara itu pasukan-pasukan sekutu Belanda dari Ternate tiba dengan 19 (sembilan belas) buah kora-kora dan 9 (sembilan) buah joli-joli. Kemudian tambahan mesiu sebanyak 15.000 (lima belas ribu) pon tiba pula. Dari Buton datang 24 (dua puluh empat) buah perahu dengan seribu orang.

Dengan ini jelaslah bahwa tanpa bantuan sekutu-sekutunya yang terdiri dari orang-orang Indonesia juga, V.O.C. tidak akan mampu mengalahkan kerajaan Gowa. Jadi hanya dengan senjata yang terkenal dengan nama "divide et impera" Belanda (V.O.C.) berhasil mengalahkan kerajaan Gowa. Memang Belanda sangat mempergunakan senjata yang terkenal dengan nama "divide et impera" itu. Bangsa Indonesia diadu-domba dengan bangsanya sendiri. Di sini orang-orang suku Makasar diadu terutama melawan orang-orang suku Bugis yang dibantu oleh orang-orang suku Buton, suku Ternate dan suku Maluku (Ambon).

Demikianlah armada V.O.C. yang dipimpin oleh Laksamana Speelman belum berani menyerang. Mereka menanti kabar dan kedatangan pasukan-pasukan Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka. Orang-orang Makasar yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin dengan tenang pula mengawasi gerak-gerik armada V.O.C. itu. Demikianlah keadaannya sampai beberapa hari lamanya, sunyi dan tiada terjadi apa-apa antara armada V.O.C. dan pasukan-pasukan pertahanan kerajaan Gowa.

Tiba-tiba pada tanggal 19 Juli 1667, pagi-pagi sekali meriam-meriam pertahanan kerajaan Gowa, terutama dari Benteng Sombaopu memuntahkan peluru-pelurunya. Tembakan-tembakan itu terutama ditujukan kepada kapal "Tertholen" yang menjadi kapal pemimpin armada V.O.C. yang ditumpangi oieh Laksamana Speelman sendiri. Maka terjadilah tembak-menembak yang sangat seru antara meriam-meriam pertahanan kerajaan Gowa dengan meriam-meriam dari kapal-kapal armada V.O.C. Tidak kurang dari 4000 (empat ribu) tembakan yang dilepaskan oleh meriam-meriam kapal-kapal armada V.O.C. Kurang lebih sepertiga dari persediaan mesiu dan pelurunya sudah dihabiskan oleh Belanda pada hari tanggal 19 Juli 1667 itu. Tembak-menembak dan duel meriam yang sangat seru itu terjadi sejak pagi hari dimulai sejak terbitnya matahari di ufuk timur sampai malam setelah matahari terbenam di ufuk barat. Setelah malam tiba, kapal-kapal V.O.C. menjauhkan diri dari pantai. Barulah tembak-menembak dan duel meriam itu berhenti.

Perlu kami singgung di sini bahwa di kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin pada waktu itu banyak sekali benteng-benteng pertahanan. Yang terpenting antara lainnya: Benteng Sombaopu, Benteng Ujung Tanah, Benteng Ujung Pandang, Benteng Pannakukang, Benteng Garassi, Benteng Galesong, Benteng Barombong, Benteng Gowa dan lain-lainnya. Pada waktu itu Benteng Sombaopulah yang menjadi benteng utama dan benteng yang terbesar dan terkuat di antara benteng-benteng yang kami sebutkan tadi itu. Benteng Sombaopu juga menjadi tempat kediaman Raja Gowa. Sombaopu juga menjadi ibukota dan pelabuhan terbesar kerajaan Gowa.

Ada diceriterakan bahwa benteng yang mempertahankan ibu negeri kerajaan Gowa (Sombaopu) pada waktu itu dipersenjatai dengan kurang lebih 130 (seratus tiga puluh) buah meriam

dari bermacam-macam kaliber atau ukuran. Di dalam buku atau karangan Dr. K.G. Grucq yang berjudul "De Geschiedenis van het heilige kanon van Makasar" (= Sejarah meriam keramat orang-orang Makasar) dapat kita baca antara lain sebagai berikut (Setelah diterjemahkan dengan bebas): "Kemudian armada (yakni yang dipimpin oleh Van Dam pada tahun 1660, penulis) mendekati Sombaopu yang dipertahankan oleh tiga buah benteng yang diperkuat yakni Panakoke (maksudnya Pannakukang), Sambopu (maksudnya Sombaopu) dan Ujung Pandang. Benteng-benteng itu dipersenjatai dengan 130 (seratus tiga puluh) meriam. Benteng Sombaopu berbentuk persegi empat. Dinding atau front sebelah barat (yakni sebelah atau arah laut/Selat Makasar) dan dinding sebelah utara sangat diperkuat. Dinding sebelah selatan dan sebelah timur tidak begitu diperkuat. Di dinding sebelah barat (arah Selat Makasar) terdapat Baluwara-Barat-Daya, Baluwara-Tengah dan Baluwara-Barat-Laut yang juga sering disebut Baluwara-Agung (Groot Bolwerk). Di Baluwara Agung inilah ditempatkan sebuah meriam yang amat dahsyat yang disebut "MERIAM ANAK MAKASAR".

Jadi Benteng Sombaopu menjadi tempat kediaman Sultan Hasanudin. Benteng ini berbangun persegi empat dan menjadi benteng kebanggaan kerajaan Gowa. Benteng Sombaopu adalah benteng yang terbesar, terkuat dan tertangguh di antara benteng-benteng kerajaan Gowa yang sudah kami sebutkan tadi. Terutama bagian barat dan bagian utaranya, yakni arah dari mana musuh diharapkan dan diperkirakan datang menyerang, diperkuat dan dipersenjatai dengan hebat. Dinding bagian selatan dan bagian timur benteng itu tidak begitu diperkuat. Hal ini disebabkan karena diperkirakan musuh tidak akan menyerang Benteng Sombaopu dari arah selatan atau dari arah timur. Di sebelah selatan dan disebelah timur benteng Sombaopu sampai bermil-mil jauhnya adalah daerah inti kerajaan Gowa. Jadi menurut perhitungan sangat mustahil dan tidak mungkin jikalau musuh berani menyerang Sombaopu dari arah selatan dan timur. Mereka pasti akan mendapat perlawanan yang gigih dan harus melewati bangkai-bangkai rakyat Gowa yang tidak akan menyerah begitu saja. Mereka pasti akan melewati tumpukan mayat pahlawan-pahlawan Gowa yang akan membela setiap jengkal bumi tanah-airnya sampai tetesan darah yang penghabisan.

Jadi diperkirakan musuh hanya mungkin dapat menyerang Benteng Sombaopu dari arah barat (dari arah laut) dan arah utara. Di baluwara (bolwerk) bagian barat-laut yang sering pula disebut "Baluwara Agung" (Groot bolwerk) terdapat meriam keramat kerajaan Gowa. Meriam ini sangat dahsyat dan terkenal dengan nama "MERIAM ANAK MAKASAR". Karena dahsyatnya, baik dari segi ukuran maupun dari daya tembaknya maka meriam keramat kerajaan Gowa ini sering pula dinamakan "MERIAM SUBAHANA". Meriam inilah yang menjadi kebanggaan orang-orang Gowa. Meriam ini sangat disegani, bahkan sangat ditakuti oleh kapal-kapal Belanda (V.O.C.). Mereka tidak berani sembrono dan terlalu dekat Makasar" yang sangat dahsyat ini ditempatkan di Baluwara Agung benteng kebanggaan kerajaan Gowa itu.

Menurut penyelidikan Dr. K.G. Crucq, meriam "Anak Makasar" ini adalah meriam yang terbesar yang pernah ada dan dimiliki oleh pertahanan bangsa Indonesia. Besar mulutnya 41,5 cm (garis menengahnya), sehingga orang dengan mudah dapat masuk ke dalam meriam itu. J.W. Vogel dalam karangannya yang berjudul "Oost Indianische Reisbeschreibung" menggambarkan bahwa mulut meriam "Anak Makasar" itu sedemikian besarya "dass der grosste Mensch gar fuglich hinein kriechten und sich verbergen kan" (= sehingga orang yang paling beaar sekalipun dengan mudah dapat merayap ke dalamnya dan bersembunyi disitu). Berat meriam "Anak Makasar" itu seluruhnya ada kira-kira 11.000 lb. + 8.000 lb. = 19.000 (sembilan belas ribu) lb. sama dengan 9.500 kg. atau 9,5 ton. Panjang meriam keramat ini enam meter, kaliberya 41,5 cm dan beratnya 19.000 lb. atau 9 500 kg.

Meriam "Pancawura" atau "Sapujagad" di Solo (Surakarta) panjangnya 5,30 m dan kelibernya 36 cm. Menurut Dr. K.G. Crucq yang banyak mengadakan penelitian tentang meriam-meriam yang ada di Indonesia, meriam "Anak Makasar" yang ada di Benteng Sombaopu itu lebih besar dari pada meriam "Pancawura" atau "Kyai Sapujagad" yang ada di keraton Surakarta. Pun jikalau dibandingkan dengan meriam-meriam keramat lainnya, seperti misalnya meriam "Ki Amuk" yang ada di Banten, meriam "Anak Makasar" ini lebih besar ukuran atau kalibernya.

Demikianlah pada waktu matahari terbit pada tanggal 19 Juli 1667 terjadi tembak-menembak yang sangat seru antara meriam-meriam pertahanan kerajaan Gowa dan meriam-meriam armada V.O.C. Tembak-menembak yang sangat seru ini berlangsung terus sampai malam hari. Pada waktu malam tiba Speelman memerintahkan agar kapal-kapal Belanda menjauhi jarak tembak meriam-meriam pertahanan kerajaan Gowa, terutama meriam "Anak Makasar".

Pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 20 Juli 1667 Speelman mengadakan pertemuan dengan staf dan pembantu-pembantunya. Di dalam pertemuan itu disepakati dan kemudian diperintahkan agar jangan lagi mengadakan tembak-menembak yang seseru hari tanggal 19 Juli 1667. Dikuatirkan kalau persediaan peluru dan mesiu Belanda (V.O.C) tidak akan cukup untuk melakukan tembak-menembak yang seperti itu sampai beberapa hari lamanya. Jadi tembakan-tembakan meriam Belanda (V.O.C.) itu hanya untuk menakut-nakuti orang-orang Makasar saja. Akan tetapi sekarang ternyata bahwa ayam-ayam jantan benua timur yang gagah-berani itu sedikitpun tidak gentar. Bahkan mereka membalas tembakan-tembakan meriam Belanda itu dengan tembakan-tembakan meriam yang tidak kalah serunya.

Jadi dugaan Belanda, bahwa Sultan Hasanudin mengembalikan uang dan emas yang diambil dari kapal-kapal Belanda yang ditenggelamkan dan sebagai ganti kerugian orang-orang Belanda yang dibunuh, karena Sultan Hasanudin takut berperang, salah dan meleset sama sekali. Dengan ini jelaslah bahwa orang-orang Belanda yang congkak dan kasar itu tidak mengerti dan salah menafsirkan watak dan sikap Sultan Hasanudin.

Jadi tembakan-tembakan meriam Belanda itu sedikitpun tidak menggentarkan hati rakyat Gowa. Bahkan rakyat Gowa menyambut armada V.O.C. itu dengan tantangan. Di dalam buku Dr. F.W. Stapel yang berjudul "Het Bongaais Verdrag" halaman 135-136 ada dikatakan antara lain sebagai berikut: "Te twee uur's middags voer de vloot met de bloedvlag gehesen de ree op tot vlak voor de stad. Men konzien, dat de kust duchtig versterkt was, en van Barombong tot het fort Yongpandanch den elcandre gehegt. Ook zag men een geweldige mensenmenigte aan het strand en ontallijcke vlagge van veelderhande coleure, waarmee uittartende bewegingen werden gemaakt"

​(diterjemahkan dengan bebas): "Jam dua siang armada Belanda dengan mengibarkan panji perangnya mendekati kota (Sombaopu, penulis) sampai jarak yang cukup dekat. Orang dapat melihat bahwa seluruh pantai diperkuat pertahanannya. Pertahanan yang ketat itu berantai dan sambung-menyambung dari Barombong sampai ke Ujung Pandang. Juga dapat dilihat lautan manusia di tepi pantai dengan membawa panji-panji yang beraneka warna tak terhitung banyaknya. Dengan panji-panji itu mereka melakukan gerakan-gerakan yang sifatnya menantang".

Demikianlah fakta yang kami kemukakan di atas itu kami kutipkan dari tulisan seorang ahli sejarah bangsa Belanda sendiri, untuk menunjukkan bahwa orang-orang Makasar tidak takut berperang. Bahkan mereka menyongsong armada V.O.C. yang datang itu dengan sikap yang menantang. Dengan ini jelaslah bahwa Sultan Hasanudin dan rakyat Gowa yang dipimpinnya sekali-kali tidak takut berperang.

Oleh karena itu maka pada tanggal 21 Juli 1667 armada V.O.C. yang dipimpin oleh Laksamana Speelman berlayar lagi ke arah selatan. Mereka berusaha membikin bingung orang-orang Makasar dengan mengadakan pendaratan-pendaratan di beberapa tempat. Pada hari itu pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya mendarat di sebelah selatan Benteng Barombong. Pada waktu itu juga tibalah kurang lebih 1000 (seribu) orang pasukan-pasukan Buton dengan 24 (dua puluh empat) buah perahu. Pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya menyerang dan berhasil membakar desa Batta-Batta. Untuk membingungkan orang-orang Gowa maka armada V.O.C. kembali lagi ke utara. Pada tanggal 24 Juli 1667 armada V.O.C. itu tinggal diam dan berlabuh di depan Benteng Sombaopu. Pada malam tanggal 26 menjelang 27 Juli 1667 armada V.O.C. berlayar sampai ke dekat Sombaopu. Kemudian mereka menembaki benteng kebanggaan kerajaan Gowa itu.

Pada tanggal 30 Juli 1667 Pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya menyerang pertahanan Galesong. Maka terjadilah pertempuran yang seru. Setelah bertempur dengan gagah-berani dan karena kalah unggul persenjataannya, akhirnya pasukan-pasukan Gowa terpaksa meninggalkan tempat itu. Seorang perwira-pasukan-pasukan Belanda (V.O.C.), yakni Letnan Joncker Sloot bersama dengan 24 (dua puluh empat) orang anak buahnya ​tewas dan 16 (enam belas) orang lagi luka-luka dalam pertempuran yang sengit di daerah Galesong.

Kemudian pasukan-pasukan Belanda mendapat kabar dari mata-matanya, bahwa pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang sangat besar jumlahnya akan menyongsong kedatangan pasukan-pasukan Aru Palaka yang dibantu oleh Kapten Poleman. Mereka ini menempuh jalan darat. Karena takut kalau pasukan-pasukan Aru Palaka yang dibantu oleh Kapten Poleman dapat dihancurkan oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa, maka Speelman segera mengirimkan bala-bantuan. Kalau pasukan-pasukan Aru Palaka yang dibantu oleh Kapten Poleman sampai, dapat dihancurkan oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa, maka malapetaka yang besar pasti akan menimpa pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Akibat psikologis dari pada kehancuran pasukan-pasukan Aru Palaka pasti akan besar sekali. Pasukan-pasukan Belanda dan pasukan-pasukan sekutu-sekutunya pasti akan mengalami goncangan mental. Semangat tempur mereka pasti akan merosot Pasukan-pasukan Aru Palaka menjadi tumpukan harapan Speelman, bahkan harapan seluruh pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Jikalau pasukan-pasukan Aru Palaka sampai dapat dihancurkan oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa maka semua rencana Speelman akan berantakan dan usahanya untuk menaklukan kerajaan Gowa pasti akan gagal. Oleh karena itu maka tanpa berpikir panjang lagi Speelman segera mengirimkan balabantuan ke sana. Pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekututunya bertemu dengan pasukan-pasukan Aru Palaka di Polombangkeng. Ternyata bahwa pasukan-pasukan Aru Palaka yang dibantu oleh Kapten Poleman sering mendapat serangan. Mereka mendapat perlawanan yang gigih dari pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang mempertahankan setiap jengkal tanah-airnya dengan gagah-berani. Pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang mempertahankan daerah ini dipimpin oleh Karaeng Lengkese.

Kemudian armada V.O.C. di bawah pimpinan Speelman kembali lagi ke Galesong bersama Aru Palaka dan Kapten Poleman. Lalu Aru Palaka menyatakan bahwa pasukan-pasukan Bugisnya beliau tinggalkan di daerah Turatea. Pasukan-pasukan ini dipimpin oleh Aru Bila dan Aru Kaju. Pasukan-pasukan itu terdiri dari 8000 (delapan ribu) orang banyaknya. Pasukan ini disertai oleh pasukan berkuda, persediaan makanannya cukup

​banyak. Yang kurang hanya bedil atau senapan, peluru dan mesiu. Aru Palaka minta diberi bantuan cukup 200 (dua ratus) orang pasukan-pasukan Belanda ditambah dengan beberapa pucuk meriam. (Pasukan-pasukan Belanda umumnya dapat menembak dan masing-masing diperlengkapi dengan bedil atau senapan. Dengan bantuan itu Aru Palaka sanggup mengalahkan pasukan-pasukan kerajaan Gowa di daerah itu. Mereka sanggup pula merebut dan membersihkan sempitan Laiya di pegunungan Turatea yang dipertahankan oleh pasukan-pasukan Karaeng Lengkese.

Akan tetapi Speelman tidak berani mengambil risiko. Speelman tidak berani mengirimkan sekian banyaknya pasukan-pasukan Belanda jauh ke daerah Sulawesi Selatan. Hal ini tidak hanya menyalahi instruksi yang diterimanya, akan tetapi dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan sama sekali. Orang-orang Makasar yang fanatik, mungkin dapat ibarat api disirami bensin menyala dan berkobar semangat tempurnya jikalau mereka tahu bahwa yang mereka hadapi itu adalah orang-orang Belanda yang memang mereka benci dan musuhi. Speelman dan staf serta pembantu-pembantunya tidak berani mengambil risiko ini. Oleh karena itu maka Speelman dan staf serta para pembantunya memutuskan untuk merebut Galesong dan membangun sebuah pertahanan di sana. Dengan demikian maka Karaeng Lengkese dan pasukan-pasukannya dapat dipancing dan dipikat ke daerah Galesong.

Dengan ini dapat kita lihat dengan jelas betapa liciknya Belanda. Mereka tidak berani mempergunakan apalagi mengorbankan atau menjadikan umpan pasukan-pasukan Belanda untuk berhadapan langsung dengan orang-orang Makasar di daratan Sulawesi Selatan. Yang disuruh bertempur dan berlaga ialah terutama orang-orang Bugis di bawah pimpinan Aru Palaka. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh Belanda dalam peperangannya melawan Sultan Hasanudin saja, akan tetapi selalu dan di mana-mana saja di Indonesia. Bahkan pun di dalam "Perang Kemerdekaan" kita dari tahun 1945 sampai tahun 1950. Masih segar dalam ingatan kita, betapa pasukan-pasukan K.L. atau Koninklijk Leger yang terdiri dari orang-orang Belanda totok hanya disuruh menjaga kota-kota besar saja. Mereka diberi alat-alat yang serba lengkap, sedang pasukan-pasukan K.N.I.L. ​atau Koninklijk Nederlands lndische Leger yang sebagian besar terdiri dari orang-orang Indonesia disuruh ke pelosok-pelosok dan bertempur melawan pejoang-pejoang kita.

Demikianlah armada Belanda dan sekutu-sekutunya menuju ke Galesong. Mereka mendarat di Galesong pada tanggal 1 Agtustus 1667. Pada waktu mendarat pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya tidak mendapat perlawanan yang berarti. Akan tetapi tidak lama kemudian datanglah pasukan-pasukan Gowa menyerang. Maka terjadilah pertempuran yang seru. Di kedua belah pihak banyak korban yang jatuh. Di pihak Belanda tewas 34 (tiga puluh empat) orang dan 22 (dua puluh dua) orang luka-luka. Di antara yang tewas terdapat dua orang letnan. Berkat keunggulan persenjataannya maka akhirnya pasukan-pasukan Belanda yang dibantu oleh pasukan-pasukan sekutu-sekutunya berhasil merebut dan menduduki Galesong. Kemudian Galesong dijadikan pusat atau markas pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Tujuan utama segala serangan pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya ialah Benteng Sombaopu. Benteng ini menjadi tempat kediaman Sultan Hasanudin. Benteng yang tangguh ini harus direbut, betapapun besar korban yang harus diberikan.

Pada tanggal 3 Agustus 1667 Speelman menerima kabar dari korporaal Hans Melcker yang menyertai pasukan-pasukan Bugis di Turatea bersama 27 (dua puluh tujuh) orang anak buahnya pasukan Belanda. Kopral Belanda ini menceriterakan bahwa setelah ditinggalkan oleh Aru Palaka dan Kapten Poleman, mereka dan pasukan-pasukan yang ada di daerah Turatea mendapat ancaman yang serius dari pasukan-pasukan yang banyak jumlahnya. Oleh karena itu maka Speelman dan Aru Palaka segera mengirimkan bala-bantuan ke daerah Turatea. Kemudian armada Belanda berhasil mengangkut Pasukan-pasukan Aru Palaka ke Galesong. Pasukan-pasukan ini sebagian besar terdiri dari orang-orang Bugis yang berasal dari Soppeng dan Bone. Jumlah mereka ada kurang lebih 6000 (enam ribu) orang. Kini jumlah orang-orang Bugis di bawah pimpinan Aru Palaka yang membantu Speelman berjumlah kurang lebih 10.000 (sepuluh ribu) orang. Mereka berkumpul di Galesong.

Demikianlah kerajaan Gowa di bawah pimpinan Sultan Hasanudin diserang oleh pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya yang beribu-ribu orang jumlahnya. Kekuatan pasukan-

​pasukan Belanda (V.O.C.) pada waktu itu ialah 515 (lima ratus lima belas) orang militer atau pasukan darat dan 773 (tujuh ratus tujuh puluh tiga) orang awak kapal (pelaut). Pasukan-pasukan inti Aru Palaka terdiri dari kurang lebih 10.000 (sepuluh ribu) orang ditambah dengan kurang lebih 1000 (seribu) orang Bone dan Soppeng di bawah pimpinan Aru Bila dan Aru Appanang. Jumlah pasukan-pasukan Buton dan Ternate ada kurang lebih 3000 (tiga ribu) orang. Seluruh pasukan ini ditambah lagi dengan kompi-kompi yang dipimpin oleh Kapten Joncker dan Kapten Spijker yang membawa empat buah meriam berkumpul di daerah Galesong. Kemudian pasukan yang besar ini ditambah lagi dengan pasukan-pasukan dari Soppengriaja (Mangkoso), Nepo (Palanro), Barru dan Tanete yang berhasil dikumpulkan oleh Aru Bila dan Aru Appanang. Kedua orang bangsawan Bugis ini diutus oleh Aru Palaka ke daerah-daerah itu. Pasukan-pasukan ini menyerang kerajaan Gowa dari sebelah utara, yakni dari daerah-daerah Mandalle, Segeri, Labbakkang, Pangkejene dan Maros. Jumlah pasukan-pasukan Bugis yang menyerang dan datang dari jurusan utara ini ada kurang lebih 4000 (empat ribu) orang. Demikianlah kita dapat menggambarkan betapa besarnya jumlah pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Kita dapat melihat bahwa sebagian besar pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya itu terdiri dari orang-orang Bugis. Mereka mengakui Aru Palaka sebagai pemimpin mereka. Orang-orang Bugis, terutama orang-orang Bugis dari Bone dan Soppeng menganggap Aru Palaka Petta MalampeE Geme'na sebagai pahlawan yang akan membebaskan mereka dari kekuasaan kerajaan Gowa. Tidaklah mengherankan jikalau Aru Palaka terancam bahaya, Speelman dan seluruh stafnya serta perwira-perwira Belanda yang mendampinginya sangat gelisah.

Dengan bantuan pasukan-pasukan Bugis yang sedemikian besarnya itulah rupanya Speelman berani melanggar instruksi atasannya dan berani menyerang kerajaan Gowa. Namun Speelman tidak berani menempatkan pasukan-pasukan Belanda dalam jumlah yang banyak di daratan Sulawesi Selatan. Pasukan-pasukan Belanda yang bertempur di daratan tidak seberapa jumlahnya. Mereka hanya bersifat membantu saja di mana perlu. Yang disuruh bertempur ialah terutama pasukan-pasukan Bugis di bawah pimpinan Aru Palaka. Mereka ini memang tinggi semangat tempurnya, karena mereka bertempur didorong dan dilandasi ​oleh cita-cita ingin memerdekakan dirinya dari kekuasaan kerajaan Gowa.

Kemudian ada pasukan-pasukan Buton dan pasukan-pasukan Ternate. Akan tetapi pasukan-pasukan ini tidak begitu diandalkan oleh Speelman. Bahkan orang-orang Belanda sering kecewa dan mencela semangat tempur orang-orang Buton dan orang-orang Ternate. Sungguhpun demikian, namun sewaktu hendak menyerang Benteng Barombong dan Sultan Mandarsyah sakit keras, lalu hendak pulang ke Ternate, beliau ditahan oleh Speelman, karena betatapun juga kehadiran baginda penting sekali artinya. Kepergian baginda ke Ternate dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan kepentingan Belanda (V.O.C.).

Di sini kita dapat melihat ketidak-jujuran orang-orang Belanda (V.O.C.) terhadap sekutu-sekutunya. Di satu pihak mereka sangat kecewa dan mencela semangat tempur orang-orang Ternate. Akan tetapi di lain pihak mereka sangat kuatir jikalau kepergian Sultan Ternate itu menimbulkan hal-hal yang merugikan kepentingan orang-orang Belanda. Untuk jelasnya dan sebagai bukti baiklah kami kutipkan apa yang ditulis oleh Dr. F.W. Stapel di dalam bukunya yang berjudul "Bet Bongam Verdrag" bij J.B. Wolters M. Groningen, Den Haag 1922 pada halaman 152 sebagai berikut: "De Ternatanen hadden intussen verstenking gekregen van 28 vaartuigen onder de vorsten van Loeyaen Tomini, leenmannen van Mandarsjah. Deze laatste zelf had daarentegen wegens ernstige ziekte verlof gevraagd naar Ternate te mogen terugkeren, wat de Raad niet toestond. Immers "het contrairie moesson" maakte de reis voor Inlandse vaartuigen zeef bezwaarlijk en bovendien zou, hoewel men van Ternatanen eigenlijk niets dan last had, het vertrek op de vijand een verkeerde indruk kunnen maken."

Terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut: '"Sementara itu orang-orang Ternate memperoleh bala-bantuan 28 buah perahu di bawah pimpinan Raja-Raja Luya dan Tomini, raja-raja daerah takluk Sultan Mandarsyah. Yang terakhir ini, (Sultan Mandarsyah, penulis) minta permisi untuk pulang ke Ternate karena baginda sakit keras. Akan tetapi hal ini tidak diperkenankan oleh Dewan. Memang "musim yang buruk" mempersulit pelayaran bagi perahu-perahu Ternate dan lagi pula, sungguhpun sebenarnya orang-orang Ternate bagi kami

​tidak lain dari pada beban (maksudnya hanya merepotkan saja), namun keberangkatan baginda dapat memberi kesan yang salah kepada musuh.”

Di sini tampak dengan jelas ketidak-jujuran orang-orang Belanda terhadap sekutu dan kawan-kawan seperjoangannya. Di satu pihak mereka mencela orang-orang Ternate sebagai beban yang merepotkan orang-orang Belanda (V.O.C.) saja. Namun di lain pihak mereka keberatan jikalau Sultan Mandarsyah pulang ke Ternate dan meninggalkan daerah pertempuran. Kepergian Sultan Mandarsyah dikuatirkan akan merugikan kepentingan orang-orang Belanda.

Pada halaman 160 buku yang kami sebutkan di atas, ada ditulis antara lain sebagai berikut: ”De Ternatanen bleven aandringen om te mogen vertrekken; hun koning had hete koortsen en was zeer be vreesd buiten zijn land te sterven. En de minderen waren zo bang voor de Makassaren ”dat haer het noemen van de naam can doen vervaren”. Toch werd hun vertrek tegengehouden, daar het voor de naar goed was, dat Ternate mee bleef strijden.”

Kalau diterjemahkan dengan bebas artinya kurang lebih. ”Orang-orang Ternate tetap mendesak agar diperbolehkan berangkat. Raja mereka demam keras dan takut sekali wafat jauh dari negerinya. Dan para bawahan begitu takut kepada orang-orang Makasar sehingga menyebut nama itu saja dapat menyebabkan mereka lari. Namun keberangkatan mereka dicegah juga, karena demi kebaikan nama sebaiknya Ternate tetap turut berjuang.”

Dengan ini makin jelaslah betapa curangnya orang-orang Belanda terhadap kawan-kawannya. Mereka mencap orang-orang Ternate penakut dan hanya merepotkan orang-orang Belanda saja. Namun mereka tetap juga menahan orang-orang Ternate dan mencegah jangan sampai mereka pulang ke negerinya, meskipun untuk mengantarkan Raja mereka yang sedang sakit keras. Jadi Belanda memang hanya pandai memecah-belah dan mahir mengadu-domba bangsa Indonesia. Hal ini hendaknya dicamkan baik-baik dan menjadi pelajaran yang berguna bagi bangsa Indonesia.

Demikianlah, berkat pengaruh Aru Palaka di kalangan orang-orang Bugis, maka Belanda (V .O.C.) dapat memperoleh bantuan pasukan-pasukan yang banyak jumlahnya. Pihak kerajaan ​Gowa mengajukan pasukan-pasukan yang jumlahnya kurang lebih (dua puluh ribu) orang ke medan pertempuran. Mengingat keadaan pada abad ketujuhbelas di Sulawesi Selatan, maka dapatlah kita membayangkan betapa dahsyatnya pertempuran ini. Pasukan-pasukan yang berpuluh-puluh ribu banyaknya maju dan berperang di medan laga. Oleh Belanda sendiri diakui bahwa peperangan antara V.O.C. dan kerajaan Gowa adalah peperangan yang paling berat dan yang paling seru yang pernah dilakukan oleh V.O.C. di Indonesia. Kita dapat melihat dengan jelas bahwa tujuan pokok dari pada gerakan-gerakan dan serangan-serangan pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya adalah Benteng Sombaopu yang menjadi tempat kediaman Sultan Hasanudin. Dengan jelas dapat kita melihat bahwa kerajaan Gowa dengan Benteng Sombaopu sebagai sasaran utamanya diserang dari beberapa jurusan:

(1) Dari arah selatan melalui daratan menyerang pasukan-pasukan inti Aru Palaka yang dibantu oleh sepasukan Belanda di bawah pimpinan Kapten Poleman.

(2) Dari arah timur, juga melalui daratan, pasukan-pasukan kerajaan Gowa diserang oleh pasukan-pasukan bantuan Aru Palaka dari Bone dan Soppeng melalui Lamuru dan Camba. Pasukan-pasukan ini dipimpin oleh Aru Bila dan Aru Appanang.

(3) Dari arah utara, melalui daratan, pasukan-pasukan kerajaan Gowa harus menghadapi pasukan-pasukan bantuan Aru Palaka dari Nepo (Palanro), Soppengriaja (Mangkoso), Barru dan Tanete.

(4) Dari arah barat, dari arah laut pasukan-pasukan kerajaan Gowa diserang oleh pasukan-pasukan bantuan dari Buton, Maluku dan Ternate serta pasukan-pasukan inti Belanda yang dibantu oleh armada Belanda yang dipimpin sendiri oleh Laksamana Speelman.

Di sekitar Galesong terjadi pertempuran-pertempuran yang sengit. Orang-orang Makasar bertempur dengan gagah-berani. Setiap jengkal tanah Gowa dibayar dengan sangat mahal oleh pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Keadaan pasukan-pasukan Belanda mulai mengkhawatirkan. Oleh karena itu maka di dalam suratnya tanggal 6 Agustus 1667 dengan amat sangat Speelman minta bantuan berupa pasukan yang segar, mesiu dan peluru. Untung saja pasukan-pasukan Bugis yang

​membantu Aru Palaka banyak yang pada baru datang. Mereka mengalir terus ke medan pertempuran. Setiap saat mereka dapat diserang oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang dipimpin sendiri oleh Sultan Hasanudin dibantu oleh Karaeng Karunrung dan Karaeng Lengkese.

Pasukan-pasukan Belanda sendiri sesungguhnya tidak begitu bersemangat untuk bertempur. Mereka lebih suka mengadakan perundingan-perundingan dan mencapai perjanjian perdamaian yang sebanyak mungkin menguntungkan mereka. Pasukan-pasukan Bugis yang dipimpin oleh Aru Palakalah yang memiliki semangat tempur yang tinggi. Hanya mereka tidak begitu dipersenjatai dengan bedil dan meriam seperti halnya pasukan-pasukan Belanda. Bahkan jikalau dibandingkan dengan pasukan-pasukan Gowa maka pasukan-pasukan Bugis tidak seberapa persenjataannya. Persenjataan pasukan-pasukan Gowa lebih baik.

Pada tanggal 18 Agustus 1667 Aru Palaka mengadakan serangan terhadap sebuah pertahanan Gowa di sebelah utara Galesong. Di dalam serangan ini Speelman yang hendak membantu Aru Palaka nyaris tewas terkena peluru meriam pertahanan Gowa. Aru Palaka berhasil merebut pertahanan itu setelah melakukan pertempuran yang sengit. Akan tetapi ia segera minta bantuan, karena dengan sekonyong-konyong muncullah pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang besar jumlahnya. Pasukan-pasukan inti Aru Palaka berada di dalam keadaan yang gawat. Kalau tidak segera dibantu mungkin dapat dihancurkan oleh pasukan-pasukan Gowa yang datang menyerang itu. Karena Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya merupakan tulang punggung serta tumpukan harapan Speelman untuk mengalahkan kerajaan Gowa, maka tanpa berpikir panjang lagi Speelman segera mengirimkan balabantuan. Untung sekali balabantuan itu datang tepat pada waktunya. Maka terjadilah lagi pertempuran yang seru. Pertempuran seru ini berlangung dari jam 06.00 pagi sampai jam 12.00 siang. Serangan pasukan-pasukan kerajaan Gowa datang dengan bertubi-tubi dan secara bergelombang. Hanya berkat keunggulan persenjataannya saja maka pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya dapat bertahan terhadap serangan-serangan kerajaan Gowa yang bertubi-tubi dan secara bergelombang datangnya itu. Pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya makin lama makin genting keadaannya. Sebagian besar ​pasukan-pasukan Belanda jatuh sakit atau luka-luka. Mereka kekurangan tenaga dokter dan obat-obatan. Peluru dan mesiu Belanda juga harus dihemat. Kapal-kapal Belanda yang harus mondar-mandir untuk membelokkan perhatian dan menakut-nakuti orang-orang Makasar juga mengkhawatirkan keadaannya. Oleh karena itu maka Speelman mengirim surat ke Batavia dan mendesak agar supaya para pembesar V.O.C. di Batavia segera mengirimkan balabantuan. Kalau tidak, maka segala usaha Sipeelman pasti akan gagal dan berantakan. Pengaruh dan kekuasaan di Indonesia bagian timur akan terancam.

Sementara itu Speelman berusaha menutupi keadaannya yang sangat genting itu, baik kepada sekutu-sekutunya maupun dan apalagi kepada orang-orang Makasar. Sayang sekali keadaan ini tidak begitu dimengerti serta tidak dipergunakan semaksimal mungkin dengan sebaik-baiknya oleh orang-orang Makasar. Memang mereka sendiri juga berada dalam keadaan yang tidak begitu cemerlang. Namun andaikata orang-orang Makasar dapat mengetahui keadaan musuhnya yang sesungguhnya dan dapat mempergunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya, maka besar sekali kemungkinannya keadaan akan berlainan sekali dari apa yang kami hadapi sekarang sebagai kenyataan. Namun penjajahan Belanda memang sedang menanjak menuju ke puncak kejayaannya dan belum dapat dibendung dengan kekuatan apapun juga. Demikian pula Laksamana Speelman memang sedang bernasib baik.

Untuk menutupi keadaan yang sebenarnya, maka Speelman menganjurkan agar mereka tetap mengadakan serangan-serangan seolah-olah mereka masih tetap di dalam keadaan yang segar bugar dan tidak kekurangan apapun juga. Sementara itu banyak juga orang-orang Bugis yang tadinya dibawa ke Gowa sebagai tawanan perang melarikan diri. Mereka mencari perlindungan pada pasukan-pasukan Aru Palaka. Dalam kelompok kelompok yang tidak sedikit jumlahnya, mereka melarikan diri ke pihak Aru Palaka. Mereka menganggap Aru Palaka sebagai pembebas mereka. Dari mereka inilah banyak diperoleh keterangan-keterangan tentang keadaan kerajaan Gowa. Sedikit atau banyak keterangan itu berguna juga bagi Belanda dan sekutu-sekutunya.

Bahkan tidak sedikit di antara orang-orang pelarian ini kemudian berbalik dan bersama pasukan-pasukan Aru Palaka

​memerangi pasukan-pasukan Gowa. Mereka ini sering pula menjadi penunjuk jalan yang mengetahui tentang rahasia dan kelemahan-kelemahan pertahanan kerajaan Gowa. Dari pelarian-pelarian inilah Belanda dan sekutu-sekutunya mengetahui bahwa Raja Tallo (Karaeng Karunrung?), Karaeng Popo dan Karaeng Lengkese adalah di antara para pembesar dan bangsawan Gowa yang sangat gigih menentang diadakannya perundingan dengan Belanda. Dari para pelarian ini pulalah pihak Belanda (V.O.C.) mengetahui siapa-siapa di antara para pemimpin atau karaeng dari pihak Gowa yang sudah mulai goyah hatinya. Siapa-siapa yang bersedia menyeberang ke pihak Belanda dan sekutu-sekutunya. Antara lain: Kalamatta (saudara Sultan Ternate), Karaeng Laiya dan Karaeng Bangkala. Sementara itu pasukan-pasukan Belanda mendapat bantuan berupa makanan, peluru dan mesiu dari daerah Maluku dan dari pulau Jawa. Kemudian pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya merencanakan untuk menyerang dan merebut Benteng Barombong yang terletak di sebelah selatan Benteng Sombaopu. Benteng Barombong dipertahankan oleh pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Lengkese. Beliau ini adalah seorang bangsawan dan pemimpin Gowa yang terkenal tidak mau berunding dan tidak mau berdamai dengan orang-orang Belanda (V.O.C.). Dengan merebut Benteng Barombong maka pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya makin mendekati Benteng Sombaopu. Laksamana Speelman sendiri yang akan memimpin pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya. Speelman dibantu oleh Aru Palaka dengan pasukan-pasukan Bugisnya dan Kapten Dupont dengan 200 (dua ratus) orang pasukan-pasukan Belanda serta orang-orang Maluku di bawah pimpinan Kapten Joncker dari Manipa (Maluku).

Pada tanggal 7 September 1667 berangkatlah pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya dengan tujuan utama merebut dan menduduki Benteng Barombong. Kemudian mereka akan mendekati dan mengancam Benteng Sormbaopu dari arah selatan. Jadi pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya akan menyerang Benteng Sombaopu dari bagian yang tidak begitu kuat pertahanannya. Kemudian Speelman memerintahkan untuk mendirikan kubu-kubu pertahanan di tepi pantai menempatkan beberapa buah meriam dan kapal di kubu-kubu per​tahanan itu. Benteng Barombong juga diperlengkapi dengan meriam-meriam yang cukup besar. Maka terjadilah tembak-menembak yang cukup seru antara pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya dengan pasukan-pasukan Gowa yang dipimpin oleh Karaeng Lengkese.

Tiba-tiba Speelman dan seluruh pasukan-pasukan Belanda yang dipimpinnya sangat gelisah. Mereka mendengar berita bahwa pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang sangat kuat sedang menuju ke daerah-daerah Bugis. Tentu saja mereka gelisah mendengar berita itu. Betapa tidak! Kalau berita itu terdengar dan mempengaruhi pasukan-pasukan Bugis Aru Palaka, maka celakalah nasib pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya yang lain. Pasukan-pasukan Bugis merupakan pasukan-pasukan yang terbesar jumlahnya dan mereka menjadi tulang punggung pasukan-pasukan penyerang itu. Jikalau pasukan-pasukan Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka mendengar bahwa kampung halaman dan anak-isteri mereka terancam oleh pasukan-pasukan kerajaan maka mereka pasti akan gelisah sekali. Kalau mereka dipengaruhi bayangan bahwa pasukan-pasukan Gowa akan membalas dendam dan tentunya akan bertindak kejam, maka tentunya mereka sukar untuk ditahan bertempur terus. Mungkin sekali mereka akan meninggalkan medan pertempuran. Mereka tentunya ingin pulang untuk melindungi dan menyelamatkan anak-isteri serta keluarga yang mereka tinggalkan di kampung halaman mereka. Jikalau sampai hal ini terjadi, maka malapetaka yang besar akan menimpa pasukan-pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya yang lain.

Untuk membuktikan betapa gelisahnya Laksamana Speelman dan orang-orang Belanda (V.O.C.) kalau mereka ditinggalkan oleh pasukan-pasukan Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka, baiklah kami kutipkan apa yang dikatakan oleh Dr. F.W. Stapel di dalam buku beliau yang berjudul "Comelis Janszoon Speelman" terbitan s'Gravenhage Martinus Nijhoff 1936 halaman 43 sebagai berikut: '"Zeer verontrust werd Speelman intusschen door het dricht, dat een Makassaarsch leger binnen door naar het land der beginagen was getrokken; als Aroe Palakka's mannen zouden verneen, dat de vijand hun geboorteland en de achtergebleven vrouwen en landeren bedreigde, zouden zij stellig de Nederlanders in de steek ten."

Terjemahan bebasnya kurang lebih: "Sementara itu Speelman, merasa sangat gelisah karena mendengar berita, bahwa sepasukan tentara kerajaan Gowa sedang menuju ke negeri pedalaman, ke negeri orang-orang Bugis. Kalau orang-orang Aru Palaka mendengar bahwa kampung halaman dan anak-isteri mereka yang tertinggal terancam oleh musuh (orang-orang Makasar; penulis), maka orang-orang Bugis itu pasti akan meninggalkan orang-orang Belanda."

Sayang sekali hal ini tidak diketahui dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh pihak kerajaan Gowa. Andaikata situasi dan kegelisahan Speelman ini diketahui dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh pihak kerajaan Gowa, maka keadaan akan menguntungkan pihak kerajaan Gowa. Andaikata kerajaan Gowa dapat melancarkan apa yang sekarang dinamakan "psy-war" atau perang-urat-syaraf dengan cara dan arah yang tepat, maka kerajaan Gowa dapat mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya. Kerajaan Gowa pasti dapat mendesak dan mengacau-balaukan pasukan-pasukan musuhnya. Akan tetapi sayang, seribu kali sayang!

Berita itu akhirnya sampai juga kepada orang-orang Bugis. Datu Soppeng tua, yang menjadi teman seperjuangan ayah Aru Palaka mengirim surat, bahwa pasukan-pasukan Gowa yang besar jumlahnya sedang menuju ke tanah Bugis. Pasukan-pasukan Gowa ini dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu, Karaeng Karunrung, Karaeng Garassi dan lain-lainnya.

Perlu kami jelaskan di sini, bahwa seperti sudah kami uraikan di depan tadi, Karaeng Bontomarannu ditawan oleh Belanda di dalam pertempuran laut di Selat Buton pada awal Januari 1667. Pada tanggal 1 Agustus 1667 Karaeng Bontomarannu dapat lolos dan melarikan diri dari tempat tahanannya pada waktu malam hari. Beliau membawa serta sepucuk bedil yang baru dan sebilah keris berhulu emas. Kemudian beliau bergabung lagi dengan pasukan-pasukan Gowa dan bertempur di pihak kerajaan Gowa. Anak sulung beliau yang bernama Karaeng Tompo masih ditawan di armada Speelman. Karaeng Tompo ini kelak setelah dibawa oleh orang-orang Belanda ke Batavia, dapat melarikan diri dari tempat tahanannya. Beliau kemudian dapat mencapai Banten.

Orang-orang Makasar ternyata, sungguhpun sudah ditawan oleh orang-orang Belanda, selalu berusaha melarikan diri atau ​mengamuk. Sungguhpun berada di dalam tawanan, namun orang-orang Makasar masih juga dapat merepotkan dan membikin pusing kepala orang-orang Belanda. Demikian pula di dalam rombongan tentara Belanda (V.O.C.) yang dikembalikan ke Batavia karena sakit atau luka-luka terdapat 15 (lima belas) orang bangsawan Gowa dan 45 (empat puluh lima) orang yang dijadikan budak tawanan. Mereka dimuat di kapal "Nuysenborg". Dalam pelayaran ke Batavia itu orang-orang Gowa itu dapat melepaskan diri dan mengamuk di atas kapal. Tentu saja hal ini menimbulkan kekacauan yang hebat di kalangan orang-orang Belanda. Kemudian orang-orang Makasar itu dibunuh semuanya oleh orang-orang Belanda.

Sekarang marilah kita kembali kepada berita bahwa pasukan-pasukan Gowa sedang menuju ke tanah Bugis. Hal ini sangat menggelisahkan orang-orang Belanda. Namun akhirnya Speelman berhasil membujuk dan meyakinkan orang-orang Bugis dan terutama Aru Palaka untuk tetap menyerang dan menggempur orang-orang Gowa justeru dan sebaik-baiknya di pusat kekuatannya sendiri, yakni di tanah Gowa aseli. Menggempur musuh di sarangnya atau di tanah-aselinya sendiri lebih baik dari pada memeranginya di luar.

Jadi sesungguhnya bukan pasukan-pasukan Belanda atau Speelman yang menaklukkan atau mengalahkan kerajaan Gowa. Seperti diketahui pasukan-pasukan Belanda tidak seberapa jumlahnya. Tanpa bantuan yang besar dari Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya, pasukan-pasukan Belanda tidak akan berani menyerang apalagi dapat menaklukkan kerajaan Gowa. Sekarang terbuktilah, bahwa apa yang pernah dinyatakan oleh pihak Belanda (V.O.C.) dengan perantaraan para utusannya yang terdiri dari Jacob Cau dan Abraham Verspreet yang pada akhir tahun 1663 datang menghadap Sultan Hasanudin di Sombaopu, tidak benar dan bohong besar. Pada waktu itu para utusan V.O.C. menyatakan bahwa orang-orang Belanda (V.O.C.) menerima Aru Palaka dan kawan-kawan beliau, sekali-kali bukanlah dengan maksud untuk bersama-sama orang-orang Bugis memerangi kerajaan Gowa.

Jadi Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnyalah yang sangat giat dan banyak melakukan pertempuran-pertempuran yang seru. Merekalah yang banyak merebut daerah-daerah Go-

​wa, setapak demi setapak dengan pengorbanan yang tidak ternilai harganya. Kalau kita mengingat bahwa Aru Palaka dan orang-orang Bugis berjoang didorong oleh cita-cita kemerdekaan ingin membebaskan dirinya dan kekuasaan kerajaan Gowa, maka tidaklah terlalu mengherankan kita jikalau mereka giat dan bertempur dengan gagah-berani. Seperti yang kita sudah ketahui, dalam perkembangan dan kemajuannya kerajaan Gowa telah menaklukkan kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri di sekitarnya, termasuk kerajaan-kerajaan Bugis. Tegasnya, jikalau kita mempergunakan bahasa jaman sekarang ini, maka Aru Palaka dengan pasukan-pasukan Bugisnya berjoangan untuk kebebasan dan kemerdekaannya.

Lain halnya dengan pasukan-pasukan Belanda (V.O.C.) yang dipimpin oleh Laksamana Speelman. Mereka berperang dengan maksud dan tujuan yang lain. Tujuan mereka bahkan sangat berbeda dan sangat bertentangan dengan tujuan perjoangan Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya. Jadi meskipun kedua bangsa itu berteman dalam memerangi kerajaan Gowa namun maksud dan tujuan serta dasar perjoangan mereka berbeda. Seperti bumi dan langit! Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya berjoang dengan semangat kemerdekaan yang menyala-nyala di dada, sedang pasukan Belanda (V.O.C.) yang dipimpin oleh Speelman berjoang dengan tujuan yang penuh angkara murka. Mereka berjoang justeru untuk menegakkan penjajahan. Jadi dengan jelas dapat kita melihat, bahwa sungguhpun Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnya berteman dengan Speelman dan pasukan-pasukan Belanda (V.O.C.) namun semangat dan maksud tujuan perjoangan mereka berbeda, sangat berbeda. Bagaikan siang dan malam. Yang satu berjoang untuk kemerdekaan dan kebebasannya, sedang yang lain berjoang untuk menancapkan kekuasaan penjajahannya.

Sejarah selanjutnya di Sulawesi Selatan membuktikan bahwa kelak justeru orang-orang Bugis terutama orang-orang Bone menjadi musuh orang-orang Belanda, karena orang-orang Belanda hendak meluaskan sayap kekuasaan penjajahannya di Sulawesi Selatan. Setelah kerajaan Gowa jatuh, orang-orang Bugis, terutama orang-orang Bugis Bone lalu menjadi musuh orang-orang Belanda yang utama dan yang paling berbahaya. Seperti yang kita sama ketahui, tidak kurang dari empat kali Belanda terpaksa harus mengirimkan pasukan-pasukan ekspedisinya yang kuat ke Sula​wesi Selatan untuk "mengamankan" dan "menenteramkan" daerah itu menurut istilah yang sering dipergunakan oleh orang-orang Belanda. Ekspedisi atau pengiriman pasukan-pasukan perang ke Sulawesi Selatan ini oleh Belanda sering juga disebut "Bonische expeditien" atau "Ekspedisi-ekspedisi Bone". Ada empat "Ekspedisi Bone" yang terkenal di dalam sejarah, yakni:

(1) Ekspedisi Bone yang pertama". Pengiriman tentara ekspedisi Belanda untuk mengamankan dan menenteramkan Sulawesi Selatan ini dipimpin oleh Jenderal Major Baron Van Geen ( 1824 - 1825).

(2) "'Ekspedisi Bone yang kedua". Pengiriman tentara ekspedisi Belanda untuk menghukum perusuh-perusuh yang menentang kekuasaan Belanda ini dipimpin oleh Jenderal Mayor E.C.C. Steinmetz (berangkat dari pulau Jawa pada bulan Januari 1859).

(3) "Ekspedisi Bone yang ketiga". Pengiriman tentara ekspedisi Belanda untuk menumpas "perusuh-perusuh" yang mengganggu keamanan kepentingan Belanda di Sulawesi Selatan ini dipimpin oleh Letnan Jenderal Van Swieten (berakhir pada tanggal 8 Januari 1860).

(4) "Ekspedisi Bone yang keempat". Pengiriman tentara ekspedisi Belanda ini dipimpin oleh Kolonel P.H. van der Wedden. Akan tetapi kemudian karena beliau ini sakit diganti oleh Kolonel C.A. van Loenen (Surat Keputusan pengangkatannya tanggal 14 Juni 1905).

Jadi demikianlah orang-orang Bugis terutama orang-orang Bone yang mula-mula berkawan dengan orang-orang Belanda, kemudian menjadi musuh besar orang-orang Belanda karena mereka berwatak penjajah yang penuh angkara murka.

Sekarang marilah kita kembali pada uraian kami tentang peperangan antara pasukan-pasukan Belanda (V.O.C.) dan sekutu-sekutunya melawan pasukan-pasukan kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin. Kita dapat melihat bahwa golongan-golongan yang terpenting yang sedang bertempur di medan perang Sulawesi-Selatan pada abad ketujuh belas ini, terdiri dari:

(1) Orang-orang Gowa atau orang-orang suku Makasar di bawah pimpinan Sultan Hasanudin. Mereka ini tidak mau tunduk kepada kemauan Belanda (V.O.C.) yang hendak memaksakan

​hak monopoli dan keinginan-keinginan penjajahan mereka. Orang-orang Gowa atau orang-orang suku Makasar berjoang dan bertempur dengan semangat ayam jantan yang gagah-berani untuk mempertahankan kehormatannya dan untuk membela setiap jengkal tanah-airnya yang terancam oleh pasukan-pasukan penyerbu. Sultan Hasanudin berjoang dengan gagah-berani untuk membela dan mempertahankan kehormatan negerinya yang diserang dan diserbu oleh musuh.

(2) Orang-orang Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka. Mereka ini berjoang dan bertempur dengan semangat kemerdekaan yang menyala-nyala di dada untuk melepaskan dan membebaskan dirinya dari kekuasaan kerajaan Gowa. Aru Palaka sendiri berjoang dan bertempur dengan gagah-berani karena didorong oleh semangat ingin membebaskan keluarga dan rakyatnya dari kekuasaan kerajaan Gowa. Di samping itu beliau juga diliputi oleh perasaan dendam dan ditugaskan oleh adatnya dan sumpahnya untuk membalaskan kematian kakek dan ayahnya.

(3) Orang-orang Belanda yang dipimpin oleh Laksamana Speelman. Mereka datang bertempur dan berperang di Sulawesi Selatan dengan tujuan dan didorong oleh keinginan yang penuh angkara murka. Mereka ingin menyingkirkan kerajaan Gowa yang menjadi penghalang yang besar dan utama bagi tujuan-tujuan penjajahannya di Indonesia bagian timur. Belanda (V.O.C.) ingin meluaskan pengaruh dan kekuasaan penjajahannya di Indonesia bagian timur. Speelman sendiri seperti yang sudah kami uraikan di depan tadi berjoang karena didorong pula oleh ambisi pribadinya yang kuat. Speelman ingin memperbaiki namanya yang sudah jatuh. Waktu diangkat sebagai pemimpin armada V.O.C. yang menyerang kerajaan Gowa Speelmnan sedang mengalami hukuman jabatan. Ia disekors karena melanggar peraturan.

Kalau kali ini ia bernasib mujur, maka Speelman akan memperbaiki namanya dan bahkan dapat memperoleh anugerah atau kedudukan yang lebih tinggi.

Demikianlah dengan jelas dapat kita melihat gambaran dari pada semangat dan tujuan serta kepentingan apa yang mendorong atau menjiwai pasukan-pasukan serta tokoh-tokoh yang terjun ke medan laga di daerah pertempuran di sekitar Benteng ​Sombaopu itu. Dengan mengetahui serta memahami tujuan serta tujuan perjoangan ketiga golongan yang terjun ke medan pertempuran itu, dapatlah kita membedakan dan menilai semangat, jiwa serta keberanian mereka. Dengan ini pula kami hendak menjelaskan dan membuktikan bahwa sesungguhnya bukan Speelman atau orang-orang Belanda (V.O.C.) yang mengalahkan atau menaklukkan kerajaan Gowa seperti yang terlalu ditonjol-tonjolkan oleh orang-orang Belanda dan para penulis sejarahnya. Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnyalah. yang selalu aktif dan mengambil inisiatif untuk menyerang dan merebut satu demi satu daerah dan benteng-benteng pertahanan kerajaan Gowa.

Jadi Aru Palaka dan pasukan-pasukan Bugisnyalah yang memegang peranan terpenting dalam mengalahkan dan menaklukkan kerajaan Gowa. Hanya Speelman dan orang-orang Belanda (V.O.C) memang sangat mahir mempergunakan senjata " D I V I D E   E T   I M P E R A " atau pecah dan jajahlah. Di dalam hal ini orang-orang Belanda mengadu domba terutama orang-orang Bugis dan orang-orang suku Makasar. Kemudian mereka tumpangi kemenangan-kemenangan orang-orang Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka itu dan mengaku serta disanjung sebagai pahlawan-pahlawan penakluk kerajaan Gowa yang luar biasa dan gagah-berani. Maksud kami mengemukakan hal itu ialah sekali lagi untuk mengemukakan fakta-fakta sebagai bukti bahwa kehebatan Speelman dan orang-orang Belanda yang sering, bahkan selalu ditonjol-tonjolkan oleh pihak Belanda dan penulis-penulis mereka sebagai penakluk kerajaan Gowa yang luar biasa dan gagah-berani, terlalu dibesar-besarkan. Sebaliknya mereka dengan sengaja mengecilkan atau menyembunyikan peranan dan kemampuan orang-orang Indonesia serta para pemimpin bangsa Indonesia.

Perlu kiranya kami singgung di sini, bahwa Speelman oleh para ahli sejarah bangsa Belanda dianggap sebagai seorang tokoh yang sangat penting. Di samping Jan Pieterszoon Coen dan Antonio van Diemen, Cornelis Janszoon Speelman dianggap sebagai seorang tokoh penegak kekuasaan penjajahan Belanda yang terpenting dan terbesar di lndonesia. Para ahli sejarah bangsa Belanda menempatkan Speelman dalam barisan utama tokoh pemancang dan pelebar wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Hal ini tidak lain dan terutama karena peranan

​Speelman dalam menaklukkan kerajaan Gowa dianggap sebagai musuh atau lawan yang sangat berat oleh kaum penjajah Belanda. Perbuatan Speelman dianggap sebagai suatu hal yang luar biasa. Oleh karena itu maka Speelman disanjung-sanjung dan dipuji-puji sebagai seorang pahlawan yang gagah-berani. Kita sudah sama tahu motif dan ambisi apa yang mendorong Speelman untuk menerima jabatan yang ditolak oleh Johan van Dam. Jikalau kita melihat motif dan ambisi Speelman menerima tugasnya ditambah jagi fakta-fakta yang sesungguhnya terjadi di dalam pertempuran-pertempuran sejak awal sampai jatuhnya Benteng Sombaopu, maka jelas bahwa sanjungan dan pujian terhadap Speelman dan orang-orang Belanda yang dipimpinnya tidaklah sesuai dengan kenyataan dan terlalu dibesar-besarkan.

Cobalah perhatikan syair atau sajak yang dibuat oleh Jacob Steendam tentang Speelman sebagai berikut:

Den dapperen Speelman, die de trotse Macassaren

Volsstreckt verheerde voor de groote Maatschappij* (*= V.O.C.

Bouton ontsette van haar vyandlycke schaaren,

Molueke vryde van geduchte dwinglady.

Thoond dus sijn wesen op den throon van sijn gelucken,

Sijn staat en crijghscund is door kunst niet uyt te drucken.

Terjemahan bebasnya kurang lebih:

Speelman yang gagah-berani, yang secara mutlak memusnahkan

Orang-orang Makasar untuk Serikat Dagang Raya, *(*= VOC)

Membebaskan Buton dari pasukan-pasukan musuhnya,

Melepaskan pulau-pulau Maluku dari kelaliman yang dahsyat

Menunjukkan dirinya diatas mahkota kemujuran-kemujurannya

Kecakapannya memerintah dan berperang tak dapat dilukiskan oleh seni.

Perhatikanlah betapa terlalu dilebih-lebihkan dan dibesar-besarkannya kehebatan Speelman: "Sijn staat- en crijghscund is door kunst niet uit te drucken'". Seni dianggap terlampau miskin dan tidak mampu melukiskan keunggulan Speelman dalam berperang.

Perhatikan pulalah betapa bohongnya dan bandingkanlah kenyataan yang sebenarnya dengan apa yang dinyatakan oleh Jacob Steendam ini: "Molucke vryde van geduchte dwinglandy" ​yang artinya: MEMBEBASKAN PULAU-PULAU MALUKU DARI KELALIMAN YANG DAHSYAT. Siapa pun dapat mengerti bahwa kalimat ini adalah suatu kebohongan yang besar.

Sungguh geli hati kita yang sudah pernah membaca atau mendengar betapa kejamnya dan betapa sewenang-wenangnya tindakan-tindakan Belanda (V.O.C.) di kepulauan Maluku. Orang yang sudah pernah membaca atau mendengar kekejaman orang-orang Belanda di Maluku tahu benar bahwa apa yang dikatakan oleh Jacob Steendam itu adalah suatu kebohongan yang besar dan mentertawakan.

Siapakah yang menyebabkan kepulauan Maluku menjadi daerah tandus karena mengadakan perusakan-perusakan dan pemusnahan-pemusnahan kebun rempah-rempah rakyat? Bukankah Belanda atau V.O.C. sendiri? Siapakah yang banyak membunuh, menyiksa dan menjadikan budak orang-orang Maluku dalam perjalanan atau pelayaran yang terkenal dengan nama "hongitochten"?

Siapakah dan atas hak apakah orang-orang atau rakyat kepulauan Maluku dilarang menjual rempah-rempah hasil kebunnya sendiri kepada orang atau bangsa lain? Siapakah yang menetapkan harga rempah-rempah menurut kemauannya dan seenaknya sendiri tanpa menghiraukan nasib dan kepentingan orang-orang Maluku? Siapakah yang dengan kejam menghukum orang-orang yang dianggap melanggar peraturan yang dibuat secara sepihak? Siapakah yang dengan sewenang-wenang menyuruh atau memerintahkan dengan tangan besi perusakan atau penanaman kembali kebun rempah-rempah di Maluku? Siapakah yang memusnahkan mata pencaharian pokok dan memelaratkan rakyat Maluku? BUKAN ORANG-ORANG MAKASAR ATAU KERAJAAN GOWA, AKAN TETAPI ORANG-ORANG BELANDA ATAU V.O.C.!!! Jadi bukan orang-orang Makasar atau kerajaan Gowa, tetapi orang-orang Belanda dan V.O.C. lah yang melakukan kelaliman yang jarang ada banding-taranya di dalam sejarah."

Kita sudah sama mengetahui dan seluruh dunia akan berdiri bulu romanya jikalau membaca dan mengetahui tentang fakta-fakta betapa kejamnya Belanda (V.O.C.) dalam memaksakan monopoli perdagangannya di Maluku. Orang akan merinding jikalau mengetahui betapa Belanda (V.O.C.) menjalankan

Wir verwenden Cookies und Daten, um

Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um

Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.

Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.

Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.